Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit

a. Jejaring rujukan dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan baik dari segi kuantitas kemampuan menerima pasien maupun kualitas pelayanan yang dihubungkan dengan kemampuan SDM dan kesediaan fasilitas medis maupun perkembangan teknologi.

b. Evakuasi adalah transportasi yang terutama ditujukan dari rumah sakit lapangan menuju rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit dikarenakan adanya bencana yang terjadi pada satu rumah sakit dimana pasien harus dievakuasi ke rumah sakit lain.

c. Sistem informasi manajemen, diperlukan pada suatu rumah sakit yang menghadapi kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. Diperlukan pula dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan sistem penunjang termasuk manajemen keuangan.

d. Koordinasi dalam pelayanan terutama pelayanan rujukan diperlukan pemberian informasi keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditransportasikan ke rumah sakit tujuan.

Sistem Pelayanan Medik Di Rumah Sakit

a. Pada pelayanan di rumah sakit diperlukan sarana, prasarana, UGD, HCU, ICU, kamar jenazah, unit penunjang lain : radiologi, laboratorium klinik, farmasi, gizi, ruang rawap inap dll.

b. Diperlukan "Hospital Dissaster Plan", (perencanaan dari suatu rumah sakit untuk menghadapi kejadian bencana) baik perencanaan untuk bencana yang terjadi di dalam rumah sakit (intra hospital disaster plan) dan perencanaan rumah sakit dalam menghadapi bencana yang terjadi diluar rumah sakit (extra hospital disaster plan).

c. Pelayanan di UGD, adalah pelayanan pertama bagi kasus gawat darurat yang melakukan organisasi yan baik, pembiayaan termasuk sumber pembiayaan, SDM yang baik dan terlatih, mengikuti perkembangan tekhnologi pada pelayanan medis.

d. BSB yang berada dirumah sakit adalah satuan tugas khusus terutaa untuk memberikan pelayanan medis pada saat kejadian bencana yang terjadi dirumah sakit maupun diluar rumah sakit, juga pada kejadian lain yang menyebabkan korban massal.

e. penunjang diagnostik, dan penunjang dalam pengobatan terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang merupakan pendukung dalam pelayanan gawat darurat sehari hari maupun dalam keadaan bencana.

f. Transportasi intra hospital, adalah kegiatan pendukung untuk pelayanan gawat darurat yang perlu mendapatkan perhatian untuk memberikan pelayanan antar unit pelayanan (UGD, HCU, ICU, kamar bedah) diperlukan prosedur, peralatan dan SDM yang memiliki pengetahuan cukup.

g. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin kemampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayanan medis.

Pelayanan Pada Keadaan Bencana

Pelayanan pada keadaan bencana, terutama yang menyebabkan korban massal merupakan hal hal khusus sebagai berikut :

a. Koordinasi dan komando, dalam keadaan bencana diperlukan kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan dari lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila berada dalam satu koordinasi. Dalam hal khusus tidak cukup hanya dalam bentuk koordinasi tapi juga kegiatan dalam satu komando yang disepakati oleh semua unsur yang terlibat.

b. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya, kegiatan penanganan bencana dan terjadinya korban massal mengharuskan dilakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Hal ini dapat dilakukan denganmelakukan mobilisasi SDM, mobilisasi fasilitas dan mobilisasi sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan kesehatan bagi korban bencana.

c. Simulasi, dalam penyelenggaraan kegiatan diperlukan ketentuan ketentuan baik berupa prosedur tetap (protap) maupun petunjuk pelaksana (juklak) atau petunjuk teknis(juknis). ketentuan ketentuan tersebut perlu diuji melalui simulasi agar dapat diketahui apakah semua rancangan dapat diimplementasikan pada kenyataan yang sebenarnya dilapangan.

d. Pelaporan, monitoring dan evaluasi, penanganan bencana yang telah dilakukan harus didokumentasilkan dalam bentuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data tersebut digunakan untuk melakukan monitoring maupun evaluasi keberhasilan maupun kegagalan suatu kegiatan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik dan berhasil.

Pelaksanaan SPGDT/BTCLS

Dalam pelayanan medis SPGDT ini terdiri dari 3 sub sistem, yaitu : pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di dalam rumah sakit dan pelayanan antar ruimah sakit.

1. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit Dalam sistem pelayanan pra rumah sakit dilakukan dengan membentuk dan mendirikan PSC(public safety center) yaitu unit kerja yang memberikan pelayanan umum terutama yang bersifat gawat darurat. Selain itu pelayanan pra rumah sakit dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus dalam penanganan bencana yang kemudian dikenal dengan BSB(brigade siaga bencana), pelayanan ambulan dan subsistem komunikasi.

Pelayanan sehari-hari:

a. PSC (public safety center)didirikan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah pemerintah daerah, SDM terdiri dari berbagai unsur, antaralain unsur kesehatan (ambulan), unsur pemadam kebakaran, unsur kepolisisan serta masyarakat yang berperan serta dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. pembiayaan didapat dari sumber masyarakat, kegiatan menggunakan berbagai perkembangan teknologi, pembinaan dilakukan untuk memberdayakan berbagai potensi masyarakat, komunikasi dilakukan untuk mendukung keterpaduan dalam menyelenggarakan kegiatan kegiatan memperhatikan hubungan lintas sektor. Public safety center berfungsi sebagai respon cepat penanggulangan gawat darurat.

b. BSB (brigade siaga bencana) adalah unit khusus yang disiapkan dalam kegiatan penanganan pra rumah sakit, khususnya berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan bencana. pengorganisasian dibentuk dijajaran kesehatan (depkes, dinkes rumah sakit), petugas medis (dokter, perawat), petugan non medis (sanitarian, gizi, farmasi, dll). Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan dalam anggaran rutin(APBN/APBD).

c. Pelayanan ambulan (ambulan service) adalah menyelenggarakan kegiatan pelayanan terpadu dalam satu koordinasi dengan memberdayakan ambulan milik puskesmas , milik linik atau rb rumah bersalin, milik rumah sakit maupun milik institusi non kesehatan seperti PT jasa marga, jasa raharja, polisi. Pengkoordinasian melalui satu center / pusat pelayanan yang disepakati bersama untuk mobilisasi ambulan terutama bila terjadi korban massal.

d. Komunikasi, dalam kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari hari memerlukan sebuah sub sistem komunikasi yang terdiri dari jaring penyampaian informasi, jaring koordinasi dan jaring pelayanan gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem terpadu.

e. Pembinaan, dilakukan melalui berbagai jenis pelatihan untuk meningkatkan kemampuan keterampilan bagi tenaga medis (dokter, perawat) maupun awam khusus, pembinaan dilakukan melalui penyuluhan bagi masyarakat awam dll.

Pengertian SPGDT/BTCLS

1. safe comnunity adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat.

2. Bencana adalah kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban (pasien gawat darurat), yang tidak dapat dilayan oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian materiil dan terjadinya kerusakan infrastruktur fisik serta terganggunya kegiatan normal dalam masyarakat.

3. Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) Penderita gawat darurat adalah penderita yang terancam kehidupannya atau berisiko kehilangan fungsi organ atau anggota tubuhnya akibat keadaan yang akut. Untuk dapat melakukan PPGD paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi yaitu: tersedianya petugas yang memenuhi kualifikasi tertentu, sarana yang cukup, dan sistem yang memungkinkan terselenggaranya PPGD itu sendiri. Petugas yang terlibat dalam PPGD wajib memiliki kemampuan tertentu, seperti tenaga kesehatan minimal harus menguasai keterampilan untuk memberikan bantuan hidup dasar (basic life support) serta mengenal keadaan gawat darurat akibat trauma maupun non trauma yang dijumpai. Sedangkan sarana yang memadai jelas diperlukan supaya petugas dapat bekerja secara optimal. Namun demikian walaupun ada petugas yang terampil dan sarana yang cukup bila tidak ditunjang dengan sistem yang baik maka interaksi antara pasien gawat darurat dan petugas akan terlambat. Oleh karena itu diperlukan sistem yang baik yang memungkinkan terselenggaranya PPGD secara optimal.

4. SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi. Sejak beberapa tahun terakhir departemen kesehatan bekerja sama dengan para pakar dari profesi kesehatan telah mengembangkan apa yang disebut sistem penanggulangan gawat darurat terpadu SPGDT. SPGDT sehari hari adalah SPGDT yang diterapkan pada pelayanan gawat darurat sehari hari terhadap individu seperti penanganan kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja kecelakaan lalulintas, dsb. Sedangkan SPGDT bencana adalah sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang ditujukan untuk mengatur pelaksanaan penanganan korban pada bencana. SPGDT bencana pada dasarnya merupakan eskalasi dari SPGDT sehari hari, oleh karena itu SPGDT bencana tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik bila SPGDT sehari hari belumdapat dilakukan dengan baik. Perlu ditekankan bahwa SPGDT ini harus terintegrasi dengan sistem penanggulangan bencana di daerah setempat, dalam hal ini adalah satuan koorddinasi pelaksana penanggulangan bencana dan pengungsi (satkorlak PBP).

5. BAKORNAN PBP (badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dan pengungsi) adalah suatu badan yang dibentuk pemerintah untuk menangani bencana dan pengungsi. Dalam struktur organisasinya terdapat sejumlah menteri serta pimpinan dari TNI, menteri kesehatan termasuk salah satu anggotanya.

6. SATKORLAK PBP (satuan koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana dan pengungsi) adalah organisasi dibawah BAKORNAS PBP yang berada disetiap propinsi dan dipimpin oleh seorang ketua yaitu gubernur dan kepala dinas kesehatan propinsi menjadi salah satu anggotanya.

7. SATLAK PBP (satuan pelaksanaan penanggulangan bencana dan pengungsi) adalah oganisasi dibawah SATKORLAK PBP yang berada disetiap kabupaten/kota yang dipimpin oleh seorang ketua yaitu bupati atau walikota dan kepala dinas kabupaten/kota menjadi salah satu anggotanya.

8. PSC (public safety center) adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. PSC merupakan ujung tombak pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan respon cepat terutama pelayanan pra rumahsakit.

9. BSB (brigade siaga bencana) adalah suatu satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas medis (dokter, perawat), paramedis dan awan khusus yang memberikan pelayanan kesehatan berupa pencehan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.

10. UGD (unit gawat darurat) adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi disiplin.

Tujuan SPGDT/BTCLS

1. Didapatkan kesamaan pola pikir/persepsi tentang sistem penanggulangan gawat darurat terpadu.

2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanggulangan kasus kasus gawat darurat dalam keadaan sehari hari maupun dalam keadaan bencana.

Dasar SPGDT/BTCLS

1. UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

2. UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah

3. UU no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan propinsi

4. UU no 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan propinsi

5. Keputusan menteri kesehatan RI nomorn 28/MENKES/VK/VI/1995 tentang petunjuk pelaksanaan umum penanggulangan medik korban bencana

6. Keputusan presiden RI nomor 111 tahun 2001 tentang perubahan atas keputusan presiden no 3 tahun 2001 tentang badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dan pengungsi

7. Keputusan menteri kesehatan RI no 979/Menkes/SK/IX/2001 tentang prosedur tetap pelayanan kesehatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi

8. Keputusan bersama menteri kesehatan RI dan kepala kepolosian RI nomor : 1078/MENKES/SKB/VII/2003 tentang penanganan identifikasi korban mati pada musibah massal

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Tujuan Pelatihan
setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat menjelaskan dan melaksanakan sistem penanggulangan gawat darurat secara terpadu baik sehari hari atau bencana di lingkungan kerja masing-masing.

Pendahuluan
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sehari-hari adalah hak asasi setiap orang dan merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh semua orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Bencana yang terjadi di indonesia beberapa tahun terakhir, baik bencana alam maupun bencana karena ulah manusia disamping kegawat daruratan sehari-hari makin meningkat baik kuantitas, kualitas dan intensitas kejadian. Hal ini menyadarkan kita semua perlunya menata pelayanan kesehatan kegawatdaruratan secara efektif, efisien dan terstruktur.

Dalam keadaan sehari-hari maupun keadaan bencana penanganan pasien gawat darurat akan melibatkan pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit maupun pelayanan antar rumah sakit. pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dan pengaturan dalam satu sistem. Maka diperlukan suatu sistem penanggulangan gawat darurat terpadu sehari-hari (SPGDT-S) dan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu dalam keadaan bencana (SPGDT-B). Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) adalah sebuah sistem yang koordinasi berbagai unit kerja (multisektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multidisiplin dan multiprofesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun bencana.

Untuk dapat menunjang sistem yang baik diperlukan sumberdaya manusia yang terampil dan terlatih dalam menangani penderita dengan gawat darurat. Petugas yang terlibat wajib memiliki kemampuan tertentu, seperti untuk tenaga kesehatan minimal harus menguasai ketrampilan untuk memberikan bantun hidup dasar (Basic Life Support) serta mengenal keadaan gawat darurat akibat trauma maupun non trauma yang sering dijumpai. Penanganan penderita gawat darurat harus mengikuti prinsip dasar yang sudah dibakukan , yaitu berdasar prioritas A(Airway) - B(breathing) - C(circulation). pelaksananaan penilaian pasien gawat darurat berdasar prinsip ABC dan langsung disertai tindakan resusitasi dikenal dengan istilah initial assessement.