101 ASUHAN KEPERAWATAN VENA VARIKOSA

VENA VARIKOSA

1. Pengertian
Varises adalah pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena. Vena varikosa ekstremitas bawah adalah kelainan yang sangat lazim, yang mengenai 15-20 % populasi dewasa (Sabiston 1994). Varises vena adalah distensi, dan bentuk berlekuk-lekuk dari vena-vena superficial (safena) dari kaki (Engram B., 1999). Varises tungkai bawah adalah pemanjangan, berkelok-kelok, pembesaran suatu vena superficial, profunda dan kommmunikan pada titik Dodd (pertengahan paha), Byod (sebelah medial lutut) dan gastronemicus (tempat keluarnya vana saphena parva)

2. Insiden
a. Riwayat keluarga bisa didapatkan dalam sekitar 15% klien.
b. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
c. Umur > 37 tahun pada wanita
d. Obesitas > 115% dari BBR (Berat Badan Relatif)
e. Orthostatik (berdiri lama)

3. Klasifikasi
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
Manifestasi klilnis (Puruhito, 1995) :
a. varises truncal (stem varicosis)
b. Varises retikularis
c. Varises kapilaris
Gradasi keluhan klinis (Puruhito, 1995) :
a. stadium I : tak menentu
b. stadium II : phleboectasia
c. Stadium III : varises sesungguhnya, reversal blood-flow
d. Stadium IV : ulcus varicosum, kelainan tropic, Kronik vanous Insufisiensi (CVI)

4. Patofisiologi

vena ekstremitas bawah
kehilangan kompetensi katup.
Distensi terus-menerus dan lama

pembesaran dimensi tranversa dan longitudinal
(bertambah volumenya, venoli-venolimakin besar sampai ke vena cava)

berkelok-keloknya vena subkutis yang khas
pembendungan (vena superfisialis, vena profunda, system komunikan)
gambaran kosmetik dan simtomatik
Vena varikosa gramde I/II

Terapi konservatif :
1. Obat venoruton
2. Skleroterapi
3. Lokal : antiphlogistikum/Zinc Zalf) Vena varioksa grade III/Ulkus (IV)


Operasi Stripping/ekstraksi babcock


Preoperasi : (kecemasan, ketakutan)
Inoperasi : Perubahan perfusi jaringan, risiko infeksi, hemorargi,
tromboplebitis
Postoperasi : risiko aspirasi, nyeri, risiko cedera, risiko hipotermia

Keterangan :
Distensi vena ekstremitas bawah yang berdinding relative tipis secara berlebihan , terus-menerus dan lama, menimbulkan pembesaran dimensi tranversa dan longitudinal. Pembesaran longitudinal mengakibatkan berkelok-keloknya vena subkutis yang khas, distensi transversa mengakibatkan pembendungan yang terlihat dan dapat dipalpasi yang bertanggung jawab untuk gambaran kosmetik dan simtomatik. Patofisiologi vena varikosa adalah kehilangan kompetensi katup.

5. Pemeriksaan klinis (diagnostic)
Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan :
a. Test trendelenberg
b. Test myer
c. Test perthes
d. Test Doppler
e. Radiologi (Phlebografi, morfometri, phlethysmografi)

6. Terapi Dan Tindakan
6.1 Konservatif, simtomatik dan nonoperatif :
1. Menghindari berdiri dalam waktu yang lama
2. penurunan berat badan dan aktivitas otot seperti berjalan
3. Penggunaan kaos penyokong ringan yang nyaman, Pemasangan stocking elastis yang pas karena obliterasi vena superficial (vena safena mmana)
4. KOnservatif :
a. Obat Venoruton (Gol hydroxyl Rutoside) 600 mg/hari minimal 2 minggu
b. Skleroterapi (tak dipakai lagi)
c. Lokal antiphlogistikum (Zinc Zalf (Pasta LAssar)

6.2 Operatif :
Terapi bedah :
a. Stripping vena saphena (V. shapena magna, v. saphena psotrior, dan v, saphena parva) dengan menggunakan alat stripper (vena dikeluarkan)
b. Ligasi VV kommunikans yaitu tempat-tempat di mana diperiksa ada kebocoran, diikat dan dipotong.
c. Ekstraksi (Babcock) dengan sayatan kecil-kecil vena-vena yang berkelok dicabut keluar.Ligasi, Stripping dan Ekstraski Babcock.

6.3 KOmbinasi

7. Komplikasi
Komplikasi mencakup :
7.1 Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit
7.2 Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak sengaja

8. Perawatan paska bedah
8.1 Ekstremitas harus ditinggikan selama 4-6 jam
8.2 Balutan penekan dipasang di kamar operasi seharisnya tetap dipakai selama 4-6 hari, dengan menggunakan balutan elastis (Balutan ACE)
8.3 24-48 jam paska bedah program ambulasi progresif seharusnya dimulai
8.4 KLien diijinkan berjalan beberpa menitper jam, meningkat bertahap tiap hari dan tetap terlentang dengan ekstremitas ditinggikan, bila sedang berjalan. Berdiri (tanpa jalan) dan duduk harus dihindari serta
8.5 stocking (stocking antiembolism) yang sesuai dengan kebiasaan harus dipakai delama beberapa bulan

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM VASKULER (VENA VARIKOSA)


II. Pengkajian Preoperasi
Pengkajian focus preoperative meliputi :
a. Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.

b. Alasan masuk rumah sakit
Kosmetik, gejala simtomatik lainnya seperti : kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema, Perdarahan spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi

c. Riwayat penyakit
Profokatif, pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena
KUlaitatif, kuantitatif, semakin berat
Regio ekstremitas bawah (kedua kaki)
Severity, sakitnya mengganggu kosmetik dan aktivitas sehari-hari (kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema)
Time, semakin hari semakin berat dan bertambah besar

d. Riwayat atau factor-faktor resiko :
1. kelemahan congenital/tidak adanya katup
2. Pekerjaan yang nmengharuskan berdiri/duduk dalam waktu lama tanpa kontrasi otot intermettentrauma langsung ke katup vena perforantes
3. kehamilan atau kelainan hormonal
4. riwayat keluarga dengan varises vena

e. pemenuhan pola kebutuhan sehari-hari :
1. Persepsi
Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi), yang kemudian diberitahukan kepada ahli bedah apaakah diperlukan informasi lebih banyak (Informed consent). Pengalaman pembedahan masa lalu dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta mencegah komplikasi.

2. Status nutrisi
Secara langsung mempengaruhi respon pada trauma pembedahan dan anestesi. Sebelumnya perlu masukan karbohidrat dan protein untuk keseimbangan nitrogen negative. Puasa perlu dipersiapkan 8 jam sebelum operasi.

3. Status cairan dan elektrolit
Klien dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit cendrung mengalami komplikasi syok, hipotensi, hipoksia dan distritmia baik intraoperasi dan paska operasi.

4. Status emosi
Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan tergantung pengalaman masa lalu, strategi koping, system pendukung dan tingkat pembedahan. Kebanyakan klien yang mengantisipasi mengalami pembedahan dengan anssietas dan ketakutan.Ketidakpastian prosedur pembedahan menimbulkan ansietas, nyeri, insisi dan imobilisasi.

f. Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
1. Dilatasi, lekuk-lekuk vena superfisialis pada kaki
2. Keluhan sakit dangkal, kelelahan, kram, dan kaki berat, khsusnya setelah berdiri lama
3. pigmentasi kecoklatan pada kulit
4. bengkak, yang secara umum berkurang dengan peninggian tungkai

g. Pemeriksaan diagnostik
1. Venogram menunjukkan lokasi pasti dari varises kedua vena superficial dan dalam.
2. Test perfthes (klien berdiri sampai vena varikosa tampak dan digambar)

h. Diagnosa keperawatan
1. Praoperasi :
- Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalam tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
2. Inoperasi :
- Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek sekunder dari ligasi dan pemotongan vena
- Risiko tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan efeks sekunder ligasi dan pemotongan vena
3. Paskaoperasi :
- Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan skeresi sekunder intubasi
- NYeri berhubungan dengan sekunder terhadap erauma pada jaringan dan saraf

II. perencanaan
1. Praoperasi :
- Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalaman tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria :
- KLien dapat menyatakan rasa cemas dan masalahnya
- Klien tenang dan tidak gelisah

INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan saling percaya
2. Dorong pengungkapan masalah atau rasa cemas


3. jawab pertanyaan yang berhubungan dengan penatalaksanaan keperawatan dan perawatan medis
4. Selesaikan persiapan pasien sebelum masuk ke kamar operasi
5. meminimalkan keributan di lingkungan
6. Orientasikan pada ruang operasi (ulangi informasi untuk memungkinkan penyerapan)
7. Pemantauan psikologis klien

8. Tunjukkan perhatian dan sikap mendukung

9. Beri penjelasan singkat tentang prosedur operasi


10. Beri reinforcement terhadap pernyataan yang positif dan mendukung
1. Dasar untuk menemukan dan pemcehan masalah.
2. Perasaan cemas yang diungkapakan pada orang yang dipercaya akan memberikan dampak lega dan merasa aman.
3. Pertanyaan yang dijawab dan dimengerti akan mengurangi rasa cemasnya.
4. Persiapan yang matang dapat menengkan suasana lingkungan sebelum operasi.
5. Lingkungan rebut memuat stress.
6. Lingkungan yang dimengerti akan mendorong kenyamanan dan keamanan klien.
7. Tingkat kecemasan intoleran akan mengganggu pelaksanaan operasi dan anestesi.
8. Support system meningkatkan mekanisme koping klien dalam menghadapi masalah.
9. Penjelasan tentang informaasi seputar bedah memberikan informasi yang positif dan pengalaman persiapan diri dalam pembedahan.
10. Reinforcement meberikan dorongan system social untuk meningkatan koping mekanisme.
11.

4. Intraoperasi :
- Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek sekunder dari ligasi dan pemotongan vena
Tujuan : Perfusi jaringan normal/baik
Kriteria :
- Penurunan edema
- Ekstremitas hangat
- Nadi pedalis dapat diraba



INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau status neurovaskuler setiap 15 menit


2. Observasi tanda-tanda vital


3. Balance cairan


4. pantau saturasi oksigen pada jaringan perifer
1. Pencatatan perdarahan selama operasi < 250 cc, pulsasi nadi pedalis merupakan data pendukung tentang perfusi jaringan masih baik. 2. Salah satu tanda penurunan pefusi jairngan menurun adalah tensi menurun, suhu akral dingin dan nadi meningkat. 3. CAiran masuk dan perdarahan serta output lainnya perlu diperhiutngkan untuk memenuhi kebutuhan balance cairan 4. Saturasi oksiegen > 95% menunjukkan perfusi jaringan perifer masih baik.


- Risiko tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan efeks sekunder ligasi dan pemotongan vena
Tujuan : infeksi tidak terjadi
- perdarahan dirawat
- lapangan operasi bersih
INTERVENSI RASIONAL
1. Persiapan operasi secara seaseptik dan antiseptic


2. DAsar doek operasi dilandasi dengan perlak, plastic atau bahan lain yang kedap air

3. Perwatan darah (kasa steril/penyedot cairan atau darah)

4. Tambahkan doek diatas doek yang penuh dengan perdarahan 1. Aseptik merupakan cara untuk membuat ruang antikontminasi. Dan alat-alat bersih dan tak terkontaminasi, sehingga pajangan infeksi minimal.
2. Darah dan rembsean darah merupakan media yang paling baik dalam perkembangan kuman atau bakteri
3. Darah bekas insisi, lligasi dibersihkan untuk mencegah perdarahan yang tercecer, tromboplebitis.
4. Penambahan doek untuk mencegah infeksi atau kontaminasi.

5. Paskaoperasi :
- Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan skeresi sekunder intubasi
Tujuan : tidak terjadi aspirasi
Kriteria :
- Jalan nafas lancar
- Tidak ada tanda-tanda syok
- Sekresi tidak ada
- Tanda-tanda vital normal (tensi 130/80, nadi 88 kali/menit, RR 16-20 kali/menit)

INTERVENSI RASIONAL
1. Atur posisi klien tanpa bantal, ekstensi dan miring kanan/kiri


2. Kaji ekstubasi jalan nafas dan aspirasi (muntahan atau lidakh tertekuk)
3. Observasi Tanda-tanda vital

4. Bersihkan jalan nafas dengan slem suction


5. Oritentasi klien dengan menggunakan observasi aldert.
1. Poisis ini untuk meluruskan jalan nafas sehingga pemenuhan akan oksigen terpenuhi dan jalan nafas bersih dan lancer
2. Lidah tertekuk dan muntahan dapat menghambat/membuntui jalan nafas.
3. Hipotensi, dyspneu dan apneu merupakan tanda terjadinya syok.
4. Jalan nafas yang penuh dengan secret peru dihilangkan untuk jalan nafas spontan paska ekstubasi.
5. Tingkat perkembangan paska anestesi dapat dilihat dari aktivitas, kesadaran, warna,


- Nyeri berhubungan dengan sekunder terhadap trauma pada jaringan dan saraf bekas operasi stripping
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria :
- Klien tenang dan tidak menyeringai
- Klien mengerti factor penyebabnya seperti yang telah dijelaskan pada preoperasi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji jtingkat nyeri

2. Atur posisi yang baik dan mengenakkan



3. Anjurkan klien nafas panjang dan dalam


4. Observasi luka paskaoperasi


5. Terapi analgetik 1. NYeri dapat diantisipasi klien secara individualisme dan penanganan yan berbeda
2. Posisi kaki lebih tinggi dari badan 30o dapat mengurangi peningkatan penekanan pada jaringan yang rusak sehingga mengurangi nyeri.
3. Nafas panjang dan dalam merelaksasi otot yang dioperasi dan terimobilisasi sehingga nyeri berkurang
4. Perhatikan stuwing yang meningkat menghambat suplai oksigen sehingga nyeri bertambah.
5. Analgetik merupakan obat anti nyeri yang bekerja secara sentral atau perifer/local.


III. Implementasi
Tindakan yang diberikan pada klien preoperasi, intraoperasi dan paska operasi berbeda-beda sesuai tingkat pengalaman pembedahan masa lalu, umur, jenis operasi serta koping mekanismenya, sehingga dalam penanganannya dari segi perawatan perlu dimodifikasi sesuai dengan masalah dan sumber pendukung dan pemecahan masalah.

IV. Evaluasi
Evaluasi ini dalam jangka waktu pendek yang dalam penanganannya dapat berupa masalah :
a. dapat diatasi
b. Dapat diatasi sebagian
c. Tidak dapat diatasi/tidak berhasil

sekian sharingnya kritik dan saran silahkan komentar pada kotak dibawah

102 ASKEP POST OPERASI TUTUP KOLOSTOMI

POST OPERASI TUTUP KOLOSTOMI

Post operasi tutup kolostomi merupakan suatu rangkaian tindakan pembedahan pada post kolostomi sementara.

Perjalanan dan riwayat tindakan.
Klien yang mengalami kelainan pada usus seperti: obstruksi usus, kanker kolon, kolitis ulceratif, penyakit Divertikuler akan dilakukan pembedahan yang disebut dengan kolostomi yaitu lubang dibuat dari segmen kolon (asecenden, transversum dan sigmoid). Lubang tersebut ada yang bersifat sementara dan permanen. Kolostomi asenden dan transversum bersifat sementara , sedangkan kolostomi sigmoid bersifat permanen.

Kolostomi yang bersifat sementara akan dilakukan penutupan .

Berdasarkan lubang kolostomi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Single barreled stoma, yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen distal dapat dibuang atau ditutup.
2. Double barreled, biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung dari kolon yang direksesi dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan dua stoma. Stoma distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal mengalirkan feses.
3. Kolostomi lop-lop, yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding abdomen dan diikat ditempat dengan glass rod. Kemudian 5-10 hari usus membentuk adesi pada dinding abdomen, lubang dibuat di permukaan terpajan dari usus dengan menggunakan pemotong.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada klien dengan post kolostomi:
- Irigasi diperlukan untuk mengatur defekasi
- Pembersihan usus diperlukan sebelum pemeriksaan kontras barium saluran GI.

Rencana Keperawatan terintegrasi:
1. Perawatan pascaoperasi
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3. Terapi intra vena
4. Imobilitas
5. Nyeri.

Pengkajian Data Dasar
1. Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi:
- Keadaan luka: tanda kemerahan, pengeluaran cairan
- Adanya pembengkakan dan menutup sempurna
2. Pemeriksaan daerah rektum:
- Pengeluaran feses
4. Kecemasan
5. Nyeri
Diangosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan perlukaan skunder operasi penutupan kolostomi
2. Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap disfungsi rektum
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan .

INTERVENSI

Diagonsa: Nyeri berhubungan dengan perlukaan skunder operasi penutupan kolostomi

Tanda-tanda
Subyektif:
- Mengungkapkan ketidaknyamanan, dan nyeri daerah perut.
Obyektif:
- Merintih, menangis
- Melindungi sisi nyeri.
- Nadi meningkat
Kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan tidak ada nyeri
- Tidak merintih, menangis
- Ekspresi wajah rileks

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan dan derajat nyeri



2. Motivasi untuk melakukan teknik pengaturan nafas dan mengalihkan perhatian

3. Hindari sentuhan seminimsl mungkin untuk mengurangi rangsangan nyeri

4. Pertahankan puasa

4. Berikan analgetik sesuai dengan program medis. Untuk mengetahui sifat dan tingkat nyeri sehingga memudahkan dalan memberi tindakan.

Relaksasi dan retraksi dapat mengurangi rangsangan nyeri


Sentuhan dapat meningkatkan rangsangan nyeri

Untuk mengistirahatkan usus.

Analgesik membantu memblok jaras nyeri.

Diagnosa : Cemas berhubungan dengan ancaman disfungsi rektum
Tanda-tanda:
Subyektif:
- Mengeluh takut kalau anusnya tidak bisa berfungsi normal
- Melaporkan perasaan gugup
Obyektif:
- Ekspresi wajah tegang
- Nadi meningkat.
Kritria evaluasi:
- Ekspresi wajah rileks
- Cemas dan gugup berkurang
- Mengungkapkan pemahaman tentang proses pemulihan fungsi rektum.

INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan proses pemulihan fungsi anus secara bertahap dan butuh waktu agak lama.
2. Lakukan pendekatan dengan tenang dan berikann dorongan urtuk bertanya.
3. Libatkan keluargan dalam setiap tindakan. Pemahaman dapat mengurangi kecemasan


Dengan kondisi tenang akan lebih memudahakan pemahaman.

Dengan keterlibatan keluarga akan memberi perhatian yang lebih bagi klien.


Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan daerah abdomen
Tanda-tanda
Subyektif:
- Mengeluh deman
- Mengekuh nyeri
- Mengeluh kaku
Obyektif:
- SDP > 10.000/mm3
- Suhu > 37,2
Kriteria evaluasi:
- Suhu < 37,2
- SDP < 10.000/mm3
- Tidak terdapat tanda-tanda radang: panas, kemerahan, bengkak, kekakuan daerah perut.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau hasil:
- Hasil SDP
- Suhu tiap 4 jam

2. Implementasikan tindakan untuk mencegah infeksi:
- Rawat luka dengan teknik steril
- Tingkatkan intake cairan 2-3 liter/hari
- Tingkatan nutrisi dengan diet TKTP
- Gunakan pelunak feses bila terdapat konstipasi.

3. Berikan antibiotika sesuai program medis.

4. Pantau tanda-tanda radang: panas, merah, bengkak, nyeri, kekakuan. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan



Teknik steril untuk pencegahan pemindahan kuman. Dan cairan untuk memperlancar pengeluaran . Sedangkan nutrisi untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan mempercepat pertumbuhan jaringan.



Antibiotika untuk menghambat dan membunuh kuman patogen.

Untuk mengetahui secara dini terjadinya infeksi.


sekian sharingnya.. untuk kritik dan saran silahkan komentar dibawah

103 ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

LUKA BAKAR

Penyebab :
- Panas : api
- Air panas
- Listrik
- Radiasi
- Kimia
Perubahan Fisiologis :
- Fungsi kulit
- Sistem vaskular
- Metabolisme

LUKA BAKAR (THERMAL)


INFLAMASI


HISTAMIN KELUAR
PROTEIN KELUAR

VASOKONTRIKSI PERMIABILITAS KAPILER
HIPOPROTEINEMIA

TEK. DARAH


ALIRAN DARAH KE LUKA CAIRAN KELUAR KE OSMOTIK PLASMA
DAERAH LUKA

EDEMA

SYOK CAIRAN INTRA VASKULER


FASE HIPOVOLEMIK
Perpindahan cairan vaskular interstitial HEMOKONSENTRASI
Fungsi renal menurun aliran darah + CO OLIGURIA
Na+ keluar melalui luka
HIPERKALEMIA dari sel jaringan yang rusak
eksresi karena fungsi ginjal

Protein hilang melalui luka
Metabolisme katabolisme protein
Asidosis meningkat perfusi jaringan
renal out put
Natrium bikarbonat
Metabolisme anaerob
Terjadi awal luka dan berakhir 48-72 jam

FASE DEURESIS
Cairan pindah dari interstitial vaskuler Hemodilusi
Aliran darah ginjal diuresis
Hiponatremia keluar bersama urine
Hipokalemia kembali ke sel
hilang melalui diuresis
Katabolisme protein karena immobilisasi
Asidosis metabolik HCO3- hilang
hipermetabolik
Terjadi mulai 48-72 jam


FAKTOR PENENTU MASALAH LUKA BAKAR
Kedalaman
Ukuran
Bagian tubuh yang terkena
Usia
Riwayat pengobatan

Penyebab
KEDALAMAN
Derajat I
Kerusakan epidermis
Kulit kering kemerahan
Tidak ada vesikel
Nyeri berkurang bila dingin
Sembuh dalam 3-7 hari
Tidak ada jaringan parut
Derajat II
Epidermis dan dermis rusak
Vesikel dan edema subkutan
merah basah dan mengkilat
Nyeri, sensitive terhadap dingin
Sembuh dalam 21 – 28 hari
Tergantung komplikasi : infeksi

Derajat III
Semua lapisan kulit rusak
Nyeri tidak ada
Luka merah-keputihan,hitam.abu-abu
Tampak kering
Lapisan yang rusak sendiri tak sembuh
Perlu skin graff

LOKASI
Akan menjadi berat jika luka pada : kepala, leher, dan dada
Pada muka : abrasi mata dan abrasi telinga
Perineum komplikasi infeksi besar

USIA
Mortalitas tinggi pada bayi dan anak dibawah 2 tahun dan dewasa diatas 60 tahun
Karena kulit tipis dan elastisitas berkurang
kemampuan menghadapi stress karena terbakar rendah

RIWAYAT MEDIS
Mortalitas tinggi pada pasien dengan riwayat :
Jantung dan pembuluh darah
Paru-paru
Ginjal
Metabolik
Neurologik
Penggunaan dan alkohol (Drug Abuse)

PENYEBAB
Terberat karena elektrik
Radiasi
Panas : api
Air panas

UKURAN
Metode RULE OF NINE
Kepala dan leher : 9%
Ekstremitas atas kanan : 9%
Ekstremitas atas kiri : 9%
Ekstremitas bawah kanan : 18%
Ekstremitas bawah kiri : 18%
Tubuh bagian belakang : 18%
Tubuh bagian depan : 18%
Perineum : 1%

Metode Lund & Bowder
Prinsif perhitungan berdasarkan usia
Butuh waktu lama dalam penghitungan
Lebih akurat

PEMBAGIAN LUKA BAKAR
LUKA BAKAR MINOR
<15% (dewasa), <10% (anak) derajat II <2% derajat III tidak ada riwayat penyakit kronik tidak mengenai wajah,tangan, perineum tidak ada gangguan pernafasan dan fraktur penyebab bukan listrik •Rawat jalan • Pastikan pula mampu rawat sendiri LUKA BAKAR MAYOR
15%-25% (dewasa)
10%-20% (anak ) termasuk derajat II
2%- 10% derajat III
luka mengenai wajah,tangan,kaki, perineum
ada kerusakan pernafasan dan fraktur
luka disebabkan listrik
ada penyakit kronik

• Pasien dirawat
LUKA BAKAR GAWAT
> 25% (dewasa)
> 20% (anak ) derajat II
> 10% derajat III
usia dibawah 18 tahun + diatas 45 tahun
mengenai kepala, ekstremitas dan genetalia

PENGKAJIAN
Arahkan pada faktor penentu masalah luka bakar
Riwayat penyakit sebelumnya

MASALAH KHUSUS
Status pernafasan
Tanda vital
Sirkulasi perifer
Status ginjal  urine out put
Berat badan
Infeksi
Berat badan sebelum dan sekarang

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Thorax foto
EKG
Laboratorium : darah, urine

MASALAH YANG UMUM
- Defisit cairan
- Gangguan pertukaran gas
- Infeksi
- Nyeri
- Kontrol suhu hilang
- Perfusi jaringan terganggu
- Gangguan nutrisi
- Keterbatasan mobilisasi
- Cemas
- Gangguan integritas kulit
- Gangguan konsep diri


PERAWATAN KHUSUS
- Upaya untuk mempertahankan jalan nafas
- Hilangkan nyeri
- Rawat luka terapi cairan dan elektrolit
- Cegah infeksi
- Cegah kontraktur
- Penyuluhan dan konseling

Hilangkan nyeri dan meningkatkan rasa nyaman
- Morphin sulfate
- Berikan analgetik 30 menit sebelum melakukan tindakan yang menyakitkan
- Penjelasan yang tepat dan jelas
- Tangani luka dengan pelan-pelan tehnik steril
- Sarankan untuk ikut partisipasi jika mungkin
- Tehnik distraksi dan relaksasi

Rawat luka dan cegah infeksi
- Antitetanus profilaksis
- Berdasar kultur
- Topikal untuk mengontrol dan menurunkan

Perawatan luka
Terbuka :
- Luka terbuka
- Tehnik isolasi
- Suhu ruangan 29,5o C
- Nisbi 40%- 50%
• Sering dipakai pada luka bakar daerah muka, leher, perineum dan tubuh bagian depan
• Krusta melindungi luka dan rontok dalam 14-21 hari dibawahnya timbul epitelium

Tertutup
- Dibersihkan
- Dibalut dan ganti 1-3X/harirkulasi dan tanda-tanda infeksi
- Saran : monitor gangguan sirkulasi dan tanda-tanda infekasi

Hidroterafi
- Ditempatkankan pada bak 1-2 X/hari selama 20-30 menit
- Perawat menggunakan pakaian khusus dan sarung tangan steril
- Ruangan tempat bak suhunya 26,5-32o C  Cegah menggigil/kedinginan

Saran perawatan luka
- Mengurangi nyeri saat membuka balutan
- Membantu membuka jaringan parut
- Kesempatan untuk ROM
- Dilakukan setelah tanda vital dan cairan stabil

OBAT TOPIKAL
Mafenide (Sulfmylon)
Bakteriostatik (Garam +/-)
Paling stabil
Efek samping
- Asidosis Met.
- Tidak nyaman
- Alergi
Silver Sulfadiasin (silvadine)
Paling cocok untuk pseudomonas & candida
Tidak mengganggu elektrolit
Efek : Luka menjadi kehijauan
Silver Nitrate ( AgNO3) 0,5 %
Bakteriostatik
Menurunkan evaporasi
Tidak membutuhkan isolasi terlalu ketat


Tidak menyebabkan nyeri pada luka
Pengaruh jeleknya :
- Terbatas hanya 1 – 2 mm
- Hipokalemia, hiponatremia  karena silver ini hipotonik
Povidone-iodine (betadin)
Anti microbial luas
Tidak iritatif & sensitif

RESUSITASI CAIRAN
F. Baxter
24 jam I ( % x BB x 4 cc RL )
½ 8 jam pertama
½ 16 jam berikutnya
24 jam II, hanya cairan tanpa elektrolit
urine output 50 cc – 100 cc/jam, ½ cc – 1 ½ cc/kgBB/jam, N = ½ - 1 cc/kgBB/jam
F. Broke
24 jam I (%xBBx 1 ½ cc RL)
+ 2000 cc Glukosa 5%
(%xBBx ½ cc plasma)
½ 8 jam I
urine output 30 – 50 cc/jam
½ 16 jam berikut

NUTRISI
Acuan kebutuhan per hari
Protein : 2 – 4/kg BB sebelum luka bakar
Kalori : 3500 – 5000
Vitamin C : 1 – 2 gram
B Kompleks : 5 – 10 x kebutuhan normal
Yang menyulitkan :
Ileus paralitik
Mual & muntah
Anoreksia
Kebutuhan sangat banyak
Cara :
Parenteral
Oral

KONTRAKTUR TERJADI :
Otot & sendi kaku
Mungkin setelah skin graff
mungkin perlu rekontruksi
Tindakan yang dapat dilakukan :
Perubahan posisi dengan interval yang teratur
Luka pada leher posisi hiperekstensi
Luka di tangan
- Dorsal Fleksi
- Palmar ekstensi
- Perawatan terbuka latihan bisa rutin
Latihan dengan segera saat tanda vital stabil

sekian sharingnya.. untuk kritik dan saran silahkan komentar di kotak dibawah

104 ASUHAN KEPERAWATAN COLORECTAL CANCER

ASUHAN KEPERAWATAN COLORECTAL CANCER

1. Tinjauan Umum
Kanker dalam usus halus sangat jarang dan tidak dibahas dalam teks ini. Kanker colon dan rektum bagaimanapun kanker ini di USA terjadi paling banyak diantara laki-laki dan perempuan dan diantara keduanya ditetapkan secara bersama-sama ( American Cancer Society / ACS 1998 )
Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 )
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker colorektal.

2. Patofisiologi
Perubahan Patologi
Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian ( Sthrock 1991 a ) :
• 26 % pada caecum dan ascending colon
• 10 % pada transfersum colon
• 15 % pada desending colon
• 20 % pada sigmoid colon
• 30 % pada rectum
Gambar dibawah ini menggambarkan terjadinya kanker pada sigmoid dan colon kanan dan mengurangi timbulnya penyakit pada rektum dalam waktu 30 tahun ( Sthrock ).
Karsinoma colorektal sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat.Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
- Kelenjar Adrenalin
- Ginjal
- Kulit
- Tulang

- Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

3. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.

4. Etiologi
Penyebab dari pada kanker colorektal tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar ( Aliran depan feces ) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar ( Tabel 56-1 ). Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
Tabel 56-1. Makanan yang menyebabkan resiko terhadap Ca Colorektal :


Makanan yang harus dihindari :
- Daging merah
- Lemak hewan
- Makanan berlemak
- Daging dan ikan goreng atau panggang
- Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
. Makanan yang harus dikonsumsi:
- Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
- Butir padi yang utuh
- Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor colorektal menghasilkan adenoma,faktor utama yang membahayakan terhadap kanker colorektal menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma colorektal : tubular,villous dan tubulo villous ( akan di bahas pada polips ).Meskipun hampir besar kanker colorektal berasal dari adenoma,hanya 5% dari semua adenoma colorektal menjadi manigna,villous adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna.
Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum.Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai ucerative colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker colorektal. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker colorektal akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut
5. Kejadian.
Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker colorektal pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama ( ACS 1993 ). Sebagian besar klien pada kanker colorektal mempunyai frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki.
6. Alternatif Transcultural.
Kejadian Ca colorektal pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki afrika dan amerika.Kejadian yang lebih besar terjadi terhadap kanker ini terjadi di daerah industri bagian barat dansebagian jepang firlandia dan afrika ini adalah pemikiran yang berhubungan dengan diet. Daerah yang penduduknya mengalami kejadian yang rendah terhadap Ca colon mempunyai diet tinggi terhadap buah-buahan,sayuran,ikan dan sebagian kecil daging.
COLABORATIF MANAGEMENT
PENGKAJIAN
1.Sejarah
Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
1. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
2. Radang usus besar
3. Penyakit Crohn’s
4. Familial poliposis
5. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
2. Pemeriksaan fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :
• Perdarahan pada rektal
• Anemia
• Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
• teraba massa
• pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
• perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.
4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase ( Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
ANALISIS
1. Diagnosa keperawatan utama
.Pasien dengan tipe Ca colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
a. Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b. Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.
2. Diagnosa keperawatan tambahan
a. Nyeri s.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
b. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
c. Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi s.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
d. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d program diagnosa.
e. Ketakutan proses penyakit
f. Ketidakberdayaan s.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
g. Gangguan pola sexual s.d gangguan konsep diri.
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
RESIKO TINGGI TERHADAP LUKA
Perencanaan : Tujuan Klien. Tujuan untuk klien adalah :
a. Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b. Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
c. Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
Pembedahan biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
Pelaksanaan tanpa pembedahan.
Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.
Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan.
Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan ,obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit.
Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi .
Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.
Manajemen pembedahan
Reseksi kolon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan terhadap Ca kolorektal.
Reseksi kolon
Tipe khusus terhadap reseksi dan keputusan untuk membuat kolostomi sementara atau permanen tergantung pada :
- Lokasi dan ukuran tumor
- Tingkat komplikasi (contoh obstruksi atau perforasi)
- Kondisi klien
Reseksi kolon melibatkan pemotongan pada bagian kolon dengan tumor dan meninggalkan batas area dengan bersih.
Perawatan Pre operatif
Perawat membantu klien untuk menyiapkan reseksi kolon dengan mempertegas keterangan dari dokter terhadap prosedur rencana pembedahan. Klien menanyakan kepastian tentang kemungkinan perubahan yang terjadi pada anatomi dan fisiologi setelah pembedahan sebelum evaluasi pembedahan tumor dan kolon, dokter mungkin tidak dapat menentukan apakah kolostomo diperlukan sementara atau permanen. Jika ini sebuah penyakit dokter memberikan pertolongan pada klien tentang kemungkinan kolostomi. Ketika dokter memastikan kolostomi akan diperlukan, klien bertanya tentang kolostomi sebelum pembedahan. Jika kolostomi pasti direncanakan, perawat mengkonsulkan terapi enterostomal untuk menasehati penempatan ostomi yang optimal dan mengintruksikan kepada klien tentang fungsi umum ostomi dan rasionalnya. Terapi enterostomal adalah perawat yang recatat mempunyai latihan spesialisasi yang lengkap dan disahkan dalam perwatan ostomi.
Tidak berfungsinya alat sexual adalah suatu masalah yang potensial untuk laki-laki dan wanita yang mengalami Ca bedah rektal.Pembicaraan dokter ini tentang resiko terhadap klien,dan yang mendukung klien dalam usaha ini.Perawat mempersiapkan klien untuk bedah abdomen dengan anestesi umum.
Jika usus tidak obstruktif atau perforasi,rencananya adalah bedah elektif. Klien menerima dengan sungguh-sungguh pembersihan dari usus, atau ‘persiapan pembersihan usus ‘, untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya komplikasi, untuk persiapan pembersihan usus klien mengintruksikan untuk menentukan diet mereka untuk membersikan cairan cairan 1-2 hari sebelum pembedahan. Pembersihan mekanik akan sempurna dengan pencuci perut dan pemasukan cairan ke dalam poros usus atau dengan melavement seluruh isi perut. Untuk melavement seluruh isi perut, kuantitas besar makanan klien pada sodium sulfat dan poliyethilene glycol solution. Solusi yang melebihi kapasitas absobsi pada usus kecil dan colon bersih dari feces. Untuk mengurangi bahaya infeksi, para ilmuwan memberikan antibiotik oral atau intravena untuk di berikan pada hari sebelum pembedahan
Prosedur Operatif
Ahli bedah membuat insisi dalam perut dan memeriksa rongga abdomen untuk menentukan letak reseksi dari tumor tersebut. Bagian dari colon dengan tumor adalah menghilangkan dan terkhir membuka dua pada usus yang di irigasi sebelum hubungannya dengan colon. Jika hubungan ini tidak dapat dijalankan karena lokasi pada tumor atau kondisi pada usus.( Contoh inflamasi) ,kolostomi meningkat. Ahli bedah membuat colostomi dengan membuat pembukaan dalam lubang. Pada kolon ( Lubang kolostomi ) atau dengan membagi kolon dan terakir membawa keluar satu ( Akhir terminal kolostomi ), sisa setoma adalah sisa lubang menjahit luka untuk kulit pada abdomen. Kolostomi mungkin dapat meningkat pada kolon ascending,transversum,descending atau kolon sikmoit
Prosedur Hartman sering kali di lakukan ketika kolostomi sementara yang menghendaki untuk istirahat dan beberapa bagian usus. Kolon proksimal di gunakan untuk membuat kolostomi. Ahli bedah menjahit ujung distal dari kolon dan tempat dalam rongga abdomen atau eksterior pada mucus fitula.
Perawatan post operatif
Klien yang mempunyai kerusakan kolon tanpa menerima perawatan kolostomi sejenis, untuk klien yang menderita sedikit bedah abdomen.
Pasien yang mempunyai kolostomi dapat kembali dari pembedahan dengan sebuah sistem kantung ostomi pada tempatnya. Bila tidak ada sistem kantung pada tempatnya, Perawat meletakkan pembalut petrolatum tipis pada seluruh setoma untuk menjaganya untuk tetap lembab. Kemudian, stoma ditutup dengan pembalut steril yang kering. Perpaduan dengan terapi enterostomal (ET), perawat meletakkan sistem kantung sesegera mungkin. Sistem kantung kolostomi membuat lebih nyaman dan pengumpulan feces lebih bisa di terima dari pada dengan pembalutan.
Perawat mengobserfasi untuk :
- Nekrosis jaringan
- Perdarahan yang tidak biasa
- Warna pucat, yang mengindikasikan kurang sirkulasi
Stoma yang sehat berwarna merah muda-kemerahan-dan lembab. Sejumlah kecil perdarahan pada stoma adalah biasa tetapi perdarahan lain dilaporkan pada dokter bedah. Perawat juga secara berfrekuensi memeriksa sistem katung untuk mengetahui kondisinya tetap baik dan tanda-tand kebocoran.
Colostomi harus mulai berfungsi 2 – 4 hari setelah operasi. Ketika colostomi mulai berfungsi , kantung perlu dikosongkan secara berfrekuensi untuk menghilangkan gas yang terkumpul. Kantung harus di kosongkan bila sudah 1/3 –1/2 nya sudah penuh feces. Feces berbentuk cair sesudah operasi, tetapi menjadi lebih padat, tergantung pada di mana stoma diletakkan pada kolon. Sebagai contoh feces dari kolostomi dalam kolon bagaian atas yang naik adalah cair, feces di kolostomi dalam kolon melintang berbentuk pasta ( mirip dengan feces seperti biasanya yang dikeluarkan dari rektum ).
Aspek penting yang lain dari kolostomi adalah perawatan kulit. Barier pelindung di letakkan pada kulit sebelum kantung di pasang. Perawat mengamati kulit di sekitar stoma, untuk kulit kemerahan atau kerusakan kulit dan memberitahukan pada dkter atau ahli terapi atau fisik bila terjadi iritasi kulit.
Pemindahan Abdominal – Perineal
Bila ada tumor rektal, struktur pendukung rektum dan rektal dapat perlu di pindahkan. Pemindahan abdominal perineal biasanya membutuhkan kolostomi yang permanen untuk evaluasi. Bagaimanapun dengan improfisasi pada teknik pembedahan, banyak pasien dapat menjalani pemindahan kolon dengan spincter rektal dibiarkan utuh. Dengan demikian kebutuhan kolostomi dapat di hindari.
Perawatan pra operasi
Perawatan pra operasi untuk pasien yang menjalani pemindahan A/P sama dengan yang diberikan pada pasien yang menjalani pemindahan kolon (lihat bagian awal ).


Prosedur Operasi
Dokter bedah membuka kolon sigmoit, kolon rekto sigmoid, rektum dan anus melalui kombinasi irisan pada abdominal dan perineal. Di buat akiran yang permanen dari kolostomi sigmoid.
Perawatan pasca operasi
Perawatan pasca operasi setelah pemindahan A/P adalah sama dengan perawatan yang diberikan setelah pemindahan kolon dengan pembuatan kolostomi sigmoid. Perawat bekerja sama dengan dokter ET untuk menyediakan perawatan kolostomi dan pasien serta pendidikan untuk keluarga.
Ada 3 metode dalam pembedahan untuk menutup luka :
• Luka dibiarkan terbuka, kasa diletakkan pada luka, dibiarkan pada tempatnya selama 2-5 hari. Bila ahli bedah melakukan pendekatan ini, irigasi luka dan kasa absorben digunakam sampai tahap penyembuhan.
• Luka dapat sebagian saja ditutup karena penggunaan jahitan luka atau bedah penrose yang diletakkan untuk pengeringan cairan yang terkumpul didalam luka.
• Luka dapat ditutup seluruhnya , kateter diletakkan melalui luka sayatan sepanjang sisi luka perineal dan dibiarkan selama 4-6 hari. Satu kateter digunakan untuk irigasi luka dengan salin isotoni yang steril dan kateter yang lain dihubungkan pada pengisapan yang bawah.
Pengeringan dari luka parineal dan rongga perut adalah penting karena kemungkinan infeksi dan pembentukan abses. Pengeringan copius serosa nguineous dari luka perineal adalah diharapkan penyembuhan luka perineal dapat memerlukan 6-8 bulan. Luka dapat menjadi sumber rasa tidak nyaman pada irisan abdominal dan ostomi. Dan perlu perawatan yang lebih baik dan intensif. Pasien dapat dihantui rasa sakit pada rektal karena inerfasi simpatik untuk kontrol rektal tidak diganggu. Sakit dan rasa gatal kadang-kadang bisa terjadi srtelah penyembuhan. Tidak ada penjelasan secara fisiologis untuk rasa ini. Intervensi dapat termasuk pengobatan anti puritis seperti bezocain dan sitz baths. Perawat : - Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada pasien
-Secara berkelanjutan menilai tanda infeksi, nanah atau komplikasi lainnya.
-Metode pelaksanaan menbentuk pengeringan luka dan kenyamanan ( Bab 56-2 ).
PENAANGGULANGAN SECARA INDIVIDUAL YANG TAK EFEKTIF
Rencana: Tujuan pasien
Tujuannya adalah bahwa pasien akan mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan metode penanggulangan yang efektif dalam persetujuan dengan meluhat perubahan dan takut kehilangan pengalaman.
INTERVENSI
Pasien dan keluarganya dihadapkan dengan isu atau rumor penyakit kanker kemungkinan kehilangan fungsi tubuh dan perubahan fungsi tubuh.
Perawat mengamati dan mengidentifikasi :
• Metode baru penanggulangan pasien dan keluarganya
• Sumber dukungan atau semangat yang efektif digunakan pada saat setelah krsisis
POKOK-POKOK ILMU KEPERAWATAN LUKA PERINEAL
* Perawatan luka
irigasi luka dengan normal salin povidon iodin ( betadin ) atau larutan peroksida sering seringnya diperintahkan oleh dokter menggunakan tehnik steril dengan teliti.
- Letakkan kasa penghisap diatas luka
- Ajarkan klien bahwa dia boleh :
1. Menggunakan serbet wanita sebagai pembalut .
2. Memakai celana dalam tipe joki dari petinju
3. Mencukur rambut perineal sering-sering
* Langkah-langkah kenyamanan
@ Rendam daerah luka dalam air ukuran 10 – 20 minimal 3 atau 4 kali per hari.
@ Berikan obat sakit sesuai perintah dan taksiran yang efektif
@ Ajarkan pasien tentang aktifitas yang diperbolehkan. Klien boleh :
- Mengambil posisi berbaring menyamping di tempat tidur, menghindari duduk untuk waktu lama.
- Menggunakan bantal busa atau bantal yang lembut untuk duduk sewaktu-waktu dalam posisi duduk.
- Menghindari penggunaan alat cincin udara tau kue karet
* Pencegahan komplikadsi
a. Pertahankan keseimbangan larutan dan elektrolit dengan melihat kemasukan dan pengeluaran serta melihat pengeluaran dari luka perineal.
b. Observasi intregitas barisan jahitan, perhatikan eritema, edema, perdarahan ,drainage purulent, bau yang luar biasa dan berlebihan atau perasaan sakit yang teru-menerus.
Klien dan keluarganya memperkenalkan ajaran tentang masalah kesehatan ke klien
Perawat mendorong pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaan tentang ostmi. Perawat mengatakan bahwa kesedihan, kemarahan, perasaan kehilangan dan depresi adalah respon normal untuk perubahan fungsi tubuh.
Hal itu dapat menolong diskusi tentang kolostomi sebagai satu aspek perawatan pasien dari pada membuat hal itu sebagai dari perawatan, seperti defekasi hanya satu aspek fungsi fisiologi pasien. Perawat mendorong pasien untuk melihat dan menyentuh stoma. Waktu tenaga jasmani klien mampu, perawat mendorong pasien berpartisipasi dalam perawatan kolostomi. Perawat membantu pasien dan keluarganya dalam merumuskan pertanyaan dan menungkapkan dengan kata-kata. Perwat mengobserfasi apakah pasien mempunyai informasi penting dan mempunyai kemampuan psikomotor yang di pelajari utuk perawatan kolostomi. Partisipasi dalam membantu untuk memulihkan perasaan pasien dalam mengontrol gaya hidup dan memudahkan peningkatan menghargai diri sendiri.
PERENCANAAN PERAWATAN
* Persiapan perawatan rumah
Perawat menilai semua pasien mempunyai kemampuan melakukan perawatan insisi dan aktifitas hidup sehari-hari ( ADL ) dalam batas-batas tertentu.
Untuk pasien yang menjalani kolostomi, perawat menimbang situasi rumah untuk membantu pasien dalam pengaturan perawatan. Jadi ostomi akan berfungsi secara tepat, pasien dan keluarga harus menjaga persediaan ostomi di daerah ( kamar mandi lebih disukai ) dimana temperatur tidak panas juga tidak dungin ( rintangan kulit dapat menjadi keras atau meleleh dalam temperataur ekstrim ).
Tidah ada perubahan yang di butuhkan dalam akomodasi tidur. Beberapa pasien pindah ke ruangan tersendiri atau ke tempat tidur kembar. Ini dapat menuntun jarak fisik dan emosionil dari suami atau istri dan yang penting lainnya. Penutup karet pada awalnya dapat di tempatkan di atas kasur tempat tidur jika pasien merasa gelisah tentang sistem kantung.
* Pengajaran kesehatan
Pasien yang menjalani reseksi kolon tanpa kolostomi menerima instruksi untuk kebutuhan spesifik di berokan sama pada pasien yang menjalani bedah abdomen. Di samping informasi ini, perawat mengajar semua pasien dengan reseksi kolon untuk melihat dan manifestasi laporan klinik untuk opstruksi usus dan perforasi.
Rehabilitasi sesudah bedah ostomi mengharuskan pasien dan keluarga belajar prinsip perawatan kolostomi dan kemampuan psikomotor untuk memudahkan perawatan ini. Memberikan informasi adalah penting, tetapi perawat juga harus memberikan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk belajar kemampuan psikomotor yang terlibat dalam perawatan ostomi sebelum pelaksanaan. Waktu latihan yang cukup direncanakan untuk pasien dan keluarga atau yang penting lainnya. Sehingga mereka dapat mengurus, memasang dan menggunakan semua perawatan ostomi. Perawat mengajar pasien dan keluarga :
• Tentang stoma
• Pengunaan, perawatan dan pelaksanaan sistem kantung
• Pelindung kulit
• Kontrol diet atau makanan
• Kontrol gas dan bau
• Potensial masalah dan solusi
• Tips bagaimana melanjutkan aktifitas normal, termasuk bekerja, perjalanan dan hubungan seksual.
Pasien dengan kolostomi sigmoit mungkin beruntung dari irigasi kolostomi untuk mengantur eliminasi. Perawat mendiskusikan teknik ini dengan pasien dan keluarga untuk menentukan itu dikerjakan dan dirasakan berharga. Jika metode ini di pilih, perawat mengajar pasien dan keluaraga bagaimana melakukan irigasi kolostomi. Berbagai macam alat ajar dapat di gunakan. Instruksi tertulis menolong sebab clien dapat mengambil contoh ini sebagai acuan untuk waktu yang akan datang. Reposisin sangat diperlukan dalam mengajarkan pada pasien tentang kemampuan ini. Kegelisahan, ketakutan, rasa tidak nyaman dan semua bentuk tekanan mengubah pasien dan kemampuan keluarga pasien untuk belajar dan mengumpulkan informasi.
Dalam rangka menginstruksikan pada pasien tentang manifestasi klinis dari gangguan penyumbatan dengan dibuatnya lubang. Perawat juga menyarankan pada pasien dengan kolostomi untuk melaporkan adanya demam ataupun adanya serangan sakit yang timbul mendadak atau pun rasa berdenyut/ bergelombang pada sekitar stoma.
Persiapan Psikososial
Diagnosa kanker dapat menghentikan emosional klien dan keluarga atau orang penting lainnya, tetapi pengobatan di sambut sebab itu memberikan harapan dalam mengontrol penyakit. Perawat memeriksa reaksi sakit pasien dan persepsi dari interfensi yang di rencanakan.
Reaksi pasien terhadap pembedahan ostomi,yang mana mungkin termasuk pengrusakan dan melibatkan :
• Perasaan sakit hati terhadap yang lain
• Perasaan kotor, dengan penurunan nilai rasa
• Takut sebagai penolakan
Perawat mengijinkan pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaannya. Dengan mengajarkan pasien bagaimana fisiknya mengatur ostomi, perawat membantu pasien dalam memperbaiki harga diri dan meningkatkan body image, yang mana memiliki peranan penting dalam hubungan yang kokoh dengan yang lain. Pemasukan keluarga dan orang lain yang penting dalam proses rehabilitasi, juga menolong mempertahankan persahabatan dan meningkatkan harga diri pasien.


Sumber Perawatan Kesehatan
Sumber sementara di sediakan untuk melengkapi kerja perawat, meliputi perawatan lanjutan di lingkungan rumah. Dan mendukung keperluan pasien di saat perawat tidak dapat menemui pasien.
Social Services Department
Perawat membuat referensi kerja untuk :
• Mendukung kemajuan konseling emosionalpada pasien dan keluarganya serta orang lain yang berkepentingan
• Menolong dalam mengatur masalah mengenai keuangan yang mungkin di miliki pasien dan keluarganya
• Mengatur perawatan rumah ataupun perawatan pencegahan penyebaran bila di perlukan
Terapi Enterostomal
Perawat membuat referensi untuk terapi enterostomal ( ET ) untuk :
• Menolong memberi pengetahuan dan pengertian agar pasien tenang sebelum operasi
• Evaluasi dan memberi tanda pada tempat yang akan dibuat stoma
• Menolong dengan perawatan setelah operasi dan memberikan pengajaran
• Menyediakan konsultasi mengenai masalah perawatan
• Bersedia membantu dalam proses pelepasan
Asosiasi Perkumpulan Ostomi
Perawat menyediakan informasi tentang United Ostomy Assosiation, sebuah badan pembantu bagi orang-orang dengan ostomies. Literatur seperti publikasi organisasi dan informasi mengenai penerbit-penerbit lokal di berikan kepada pasien. Organisasi ini membawa program kunjungan yang mendatangkan pelatih kusus ( juga memiliki ostomi ) untuk bicara dengan pasien. Setelah memperhatikan klien, perawat membuat referensi untuk program pemeriksaan lalu fisitor dapat memantau pasien preoperatif sampai post operatif. Dokter mengijinkan untuk kunjungan.
American Cancer Society
Difisi lokal atau unit dari amerika cancer society dapat menyediakan peralatan obat dan supli yang penting, pelayanan kesehatan di rumah, akomodasi, dan sumber-sumber lain untuk pasien yang dalam perawata kanke ataupun operasi ostomi. Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya tentang progaram yang di sediakan melalui difisi lokal ataupun unit-unit.
Home Health Agency
Perawat ataupun manager kasus membuat rujukan ke agen kesehatan rumah untuk menyediakan perawatan lanjutan. Sumber ini membantu dalam perawatan fisik, pengajaran dan dukungan emosional ketika pasien kembali ke lingkungan rumah.
Lokal Pharmacy
Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya apakah yang di butuhkan dari suplai ostomi dan di mana mereka bisa membeli. Harga dan lokasi di jelaskan sejelasnya sebelum rekomendasi di buat untuk pasien.
EVALUASI
Perawat mengevaluasi penyediaan perawatan untuk pasien dengan kanker colorektal. Hasil yang di harapkan adalah meliputi bagaimana pasien akan :
• Mendemonstrasikan penyembuhan dari proses operasi dengan mengembalikan fungsi gastrointestinal dengan pernafasan yang stabil, sistem kardiovaskuler dan sistem ginjal kembali normal.
• Mendemonstrasikan perawatan luka, dan apabila di aplikasikan perawatan kolostomi dengan bantuan yang minimal.
• Mendemonstrasikan cara koping yang efektif dengan merasionalkan diagnosa kanker dan perawatannya.

PEMECAHAN MASALAH SPESIAL DALAM PENGGUNAAN KOLOSTOMI
Problem : Bau.
• Makanan : Produks susu ( susu mendidih, telur dan beberapa keju ), ikan, bawang putih, kopi, alkohol, kacang-kacangan, prunes, buncis, kubis, asparagus, lobak, brokoli, lobak cina, makanan yang banyak sekali bumbunya.
• Obat : Antibiotik, vitamin,zat besi.
Solusi :
• Bayam, jus berry, yogurt, susu, sayuran hijau, meningkatkan vitamin C pada makanan atau persediaan vitamin.
• Obat oral :
- Tablet klorofil untuk bau fecal (menyerap gas)
- Tablet chorcoal
- Bismuth bicarbonat
- Bismuth subgallate(Devrom atau biscaps) 1 atau 2 tablet dengan makanan dan 1 tablet hs
• Persiapan kantong :
- Kantong tahan bau atau kantong dengan mekanisme kontrol bau
- Persediaan pabrik (tempat sejumlah kecil kantong ) : Banish II atau superbanish (united),odor- guard (marlan), ostobon (pettibonelaps), aktivated charcoal, ostomi deodorant (sween), nilodor, devko tablets (partenon Co), D-odor, M-9 (masonlab).
- Larutan sodium bicarbonat (merendam bola kapas dalam kantong)
- Vanila, papermint, lemon atau sari almond (letakkan 10 tetes ke dalam kantong atau merendam bola kapas ).
- Bumbu favorit, cengkeh atau kayu manis
- Obat kumur (contoh : cepacol, listerine). Beberapa tetes dalam kantong atau bola kapas direndam dalam kantong.
• Kebersihan kantong :
- Wisk dan air (larutan 1 : 1)
- Baking soda dan air (larutan 1 : 1)
- Cuka putih ramah tangga dan air (larutan 1 :1 )
- Produk pabrik :uri- klin, uni- wash (united), periwash (sween), skin care cleaner (bard).
- Baking soda (sesudah mengeringkan kantong, bubuk dalam baking soda ).
Problem : Gas dalam perut
• Aktivitas : makan cepat dan berbicara diwaktu yang sama, permen karet, merokok, mendengkur, gangguan emosional.
• Makanan : jamur, bawang ,buncis, kubis, kubis brussel, keju, telur, bir, minuman karbonat, ikan, makanan yang banyak bumbunya, beberap minuman buah, jagung, daging babi, kopi, makanan tinggi lemak.
Solusi :
• Menghindari aktivitas itu, makan padat sebelum mengambil yang cair
• Adaptasi kantong : pergunakan kantong dengan gas atau penyaring bau.
Problem : Iritasi kulit
• Alergi : eritema, erosi , edema, tangisan, pendarahan , kegatalan, panas, perih, iritasi dengan bentuk yang sama sebagai alergi bahan tertentu
• Pembongkaran bahan kimia : stool, urin, lem, pelarut, sabun, detergen, proteolitic,enzim digestif.
• Hiperplasia epidermal : meningkatkan pembentukan sel epidermal yang menyebabkan bahan pengental diratakan diluar kulit.
• Trauma mekanik : tekanan, pergeseran, pengelupasan kulit (contoh : bahan perekat , plester, ikat pinggang).
Solusi :
• Cream : sween cream, unicare crem atau holister skin.
Conditioning cream (gunakan jumlah kecil dan gosokkkan, plester akan melekat waktu kering).
• Bubuk (karaya gung, stoma hesive, corn starch) digunakan dengan jel kulit (skin prep, skin gel).
• Antacids: alumuniun hidroksida (ampho gel, maalox) digunakan dengan skin sealant (skin prep, skin gel).
• Skin sealant alone (untuk kulit yang agak memerah).
• Skin barrier : satu aplikasi selama 24 hari atau lebih panjang yang dapat membersihkan iritasi dengan cepat.
• Lem/perekat (holister premium , stoma hesive) digunakan untuk mengisi lipatan dan tempat.
• Pengering rambut dalam keadaan dingin untuk menurunkan kelembaban.
• Jangan menempeli atau membocorkan ,perbaiki masalah kebocoran segera.



PROSEDUR IRIGASI
1. Siapakan alat yang di perlukan :
- Alat irigasi berserta lengan irigasi.
- Selang beserta klem
- Kateter
- Botol untuk larutan irigasi
- Perawatan kulit
- Kantung baru yang siap pakai
2. Memindahkan kantong yang lama dan membuangnya
3. Bersihkan daerah stoma dan kulit
4. Pasangkan lengan irigator dan tempatakn pada akhir lengan yang masuk ke toilet
5. Mengisi botol irigasi dengan 500 – 1000 ml air hangat
6. Menggantung botol irigasi dengan dasar botol setinggi bahu
7. Biarkan cairan mengali terus ke dalam selang untuk mengeluarkan atau memudahkan udara keluar dari dalam selang
8. Masukkan dengan hati-hati kateter 2-4 inci ke dalam stoma jangan di paksakan, masukkan caiaran pelan-pelan.
9. Berikan kira-kira 15-20 menit.Kemudian feces sebagian besar keluar, tangan di bilas, keringkan pantat, gulung sleeve dan untuk yang terakhir tutup.Anda bisa melakukan aktivitas lain 30-40 menit kemudian.
10. Kemudian kosongkan feces seluruhnya, pindahkan lengan irigator, bersihkan stoma dan pasang kantong yang baru
11. Bersihkan lengan irigator kemudian keringkan dan simpa
Spesial Tips
1. Irigasikan sedikitnya sekali dalam 24 jam.
2. Anda boleh berharap untuk memakai tutup stoma kecil dari suatu kantong di antara irigator.
3. Jika kram terjadi sementara anda sedang mengirigasi, hentikan irigasi dan tunggu.Setelah kram redah dan anda siap untuk menjalankan prosedur, cobalah hal berikut : Pelankan aliran cairan, rendahkan botol atau hangatkan air.
4. Pastikan bahwa udara keluar dari selang sebelum menempatkannya pada stoma.
5. Jika airtidak mengalir dengan lancar, cobalah merubah posisi dari kateter, cek selang apabila ada hambatan dan jumlah air dan relaksasi dengan beberapa napas dalam.
6. Jika tidak ada kembalian yang terjadi, cobalah masase dengan lembut abdomen atau meminum cairan.

Pendekan Terhadap Masalah yang Biasanya Terjadi
1. Jika terjadi tumpahan atau bocor pada irigator cobalah :
a. menurunkan jumlah cairan infus
b. Menurunkan jumlah irigan yang digunakan
c. Membatasi seberapa jauh kateter dimasukkan kedalam bowel
d. Memperbolehkan waktu yang lebih lama untuk evakuasi
2. Jika anda menahan untuk membuang air setelah irigasi coba :
a. Rubah posisi
b. Jalan-jalan didaerah sekitar
c. Masase abdomen pelan-pelan
d. Minum sesuatu yang hangat
3. Jika terjadi kembalian anda mungkin butuh pakaian untuk kantong
4. Jika terjadi kembalian setelah terjadi irigator bersih, turunkan frekuensi irigator
5. Jika anda merasa lemah atau letih selama irigasi, hentikan prosedur dan berbaringlah. Apabila kelemahan berkurang, Rrubahlah posisi untuk memudahkan evakuasi
6. Panggil dokter jika kelemahan dan jika masih ragu.
7. Jika anda masih lemah selama irigasi, pakai air hangat pelan-pelan dan coba sisipkan kateter kurang dalam dari stoma, kemudian anda irigasi lain waktu.
8. Jika kelemahan atau letih adalah masalah berkurang, beritahukan dokter anda.

TABEL 56 – 2.Prosedur pembedahan untuk Ca Colorektal diberbagai lokasi
Lokasi tumor : Tumor disisi kanan kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomy kanan untuk lesi yang kecil
b. Kolostomi atau Ilestomi ascending kanan untuk lesi yang menyebar luas
c. Cecostomy ( pembukaan dalam sekam untuk menekan usus besar )
Lokasi tumor : Tumor di sisi kiri kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomi kiri untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomy descending kiri untuk lesi yang lebih besar ( Contoh prosedur Hartman )
Lokasi tumor : Tumor kolon sigmoid
Prosedur :
a. Kolectomi sigmoid untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomi sigmoid untuk lesi yang lebih besar ( contoh prosedur Hartman )
c. Reseksi perineal abdomen besar,tumor sigmoid rendah ( dekat dengan anus ) dengan kolostomi ( rektum dan anus) sama sekali di gerakkan, meninggalkan luka perineal.
Lokasi tumor : Tumor rektal
Prosedur :
a. Reseksi dengan anastomosis / melalui prosedur ( melindungi spicter anus). Dan perlu ekliminasi normal.
b. Reseksi kolon dengankolostomi permanen
c. Reseksi perineal abdomen dengan kolostomi.

105 ASKEP CIDERA SUSUNAN SISTEM SARAF PUSAT (CRANIOCEREBRAL TRAUMA)

CIDERA SUSUNAN SISTEM SARAF PUSAT
(CRANIOCEREBRAL TRAUMA)


A. Pengertian
Kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

B. Etiologi
1. Oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak.
2. Efek dari kekuatan atau energi yang di teruskan ke otak.
3. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)pada otak.

C. Faktor pemberat terjadinya cidera otak
1. Besar kekuatan yang menyebabkan terjadinya trauma (semakin besar kekuatan semakin besar pula kerusakan yang di timbulkannya).
2. Efek sekunder dari cidera otak.

D. Pathofisiologi
Trauma tumpul maupun trauma kepala mebentur benda menyebabkan terjadinya kerusakan pada jringan nervous di otak, dampak yang timbul antara lain perdarahan di otak yang letak dan luasnya bergantung dari besar kekuatan serta lokasi trauma. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan voume intrkaranial yang dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang dapat di lihat secara langsung.
Edema cerebri akibat reaksi oleh jaringan setempat akibat dari adanya jaringan yang mengalami trauma menyebabkan pula terjadinya peningkatan volume intrkranial.
Dampak dari peningkatan tekanan intrakranial yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini
(Sylvia Anderson Price, 1982)

E. Gejala klinik
- Sakit kepala yang hebat.
- Wajah asimetris.
- Tak sadar/ pingsan.
- Bingung.
- Lateralisasi/ hemiparese/ paraparese.
- Gangguan bicara.
- Penurunan kesadaran.

F. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Di lakukan untuk menunjukan vertebrae (tulang belakang) dan adanya bendungan dari spinal arakhnoid jika di curigai.
4. MRI (magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting di ketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medula oblongata).
7. Analisa gas darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usah pernafasan.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi konsevatif
Memperbaiki keadaan umum, pemberian vasodilator, mengurangi edema cerebri.
2. Terapi pembedahan
Trepanasi melakukan evakuasi terhadap perdarahan yang timbul dan menghentikan perdarahan.

H. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya stroke, serta bio- psiko- sosio- spiritual.
2. Peredaradan darah
Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat.
3. Eliminasi
Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/ alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
4. Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
5. Nutrisi dan cairan
Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
6. Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/ pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
7. Kenyamanan
Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
8. Pernafasan
Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.
9. Keamanan
Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
10. Psikolgis
Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.

I. Masalah dan rencana tindakan keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan.
Rencana tindakan:
a. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/ sesuai indikasi).
b. Lakukan suction jika di perlukan.
c. Kaji fungsi sistem pernafasan.
d. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/ usaha mengeluarkan sekret.
e. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
f. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/ cyanosis).
g. Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.
c. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.
f. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.
g. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

3. Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana tindakan:
a. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.
b. Berikan pasien posisi terlentang.
c. Kolaborasi dalam pemberian O2.
d. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik
Tujuan: Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala.
b. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang.
d. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana tindakan:
a. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di pahami).
b. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.
c. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
d. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.

6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.
Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana tindakan:
a. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
7. Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/ uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
a. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.
b. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
c. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).
d. Kaji/ palpasi distensi dari bladder.
e. Lakukan bladder training sesuai indikasi.
f. Bantu/ lakukan pengeluaran feces secara manual.
g. Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan pemberian obat sesuai indikasi).

8. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
a. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
b. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.
c. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
d. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.

9. Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak- sanaan.
a. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
b. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.
c. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
d. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.

106 ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR


Pengertian :
Hilangnya kesinambungan (kontinyuitas) substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen tulang.

Penyebab :
1. Trauma :
• Langsung
• Tak langsung
2. Stress ( tekanan yang berulang )
3. Pathologis ( osteoporosis )

Kategori :
1. Fraktur terbuka : fraktur yang akibatkan tulang menembus kulit (resiko infeksi besar).
2. Fraktur tertutup : fraktur yang tidak mengakibatkan terjadinya hubungan tulang dengan dunia luar.

Faktor predisposisi :
1. Usia.
2. Jenis kelamin.
3. Pathologis.

Tanda klasik fraktur :

1. Nyeri
2. Perubahan bentuk
3. Bengkak
4. Peningkatan temperatur lokal
5. Pergerakan abnormal.
6. Krepitasi
7. Kehilangan fungsi

Tatalaksana

1. Reduksi, untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik)
2. Immobilisasi, untuk mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi union (eksternal  gips, traksi, fiksasi eksternal. Internal  nail & plate).
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.


Tahap-tahap penyembuhan tulang

1. Stadium Pembentukan hematom
• Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
• Hematom dibungkus oleh jaringan lunak sekitarnya (periosteum dan otot)
• Terjadi pada 1 - 2 X 24 Jam.

2. Stadium proliferasi Sel
• Sel-sel berperoliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur.
• Sel-sel ini prekursor osteoblas.
• Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang.
• Terjadi setelah hari ke dua.

3. Stadium pembentukan kallus.
• Osteoblast membentuk tulang lunak ( kallus ).
• Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
• Terlihat massa kallus pada X Ray  fraktur telah menyatu.
• Terjadi 6 - 10 hari setelah kecelakaan.

4. Stadium Konsolidasi (Kalsifikasi)
• Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu.
• Secara bertahap menjadi tulang mature
• Terjadi pada minggu ke 3 - 10 setelah kecelakaan.

5. Stadium Remodelling.
• Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi bekas fraktur.
• Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
• Pada anak - anak remodelling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan.

Komplikasi
Umum
• Syok
• Infeksi
• Crush syndrom pada otot
• Emboli lemak

Dini
• Cedera syaraf
• Cedera arteri
• Compartemen syndrome
• Cedera kulit & jaringan lunak
Lanjut
• Delayed Union
• Atrofi
• Nekrosis

PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

Data Subyektif :
• Data biologis, Umur, jenis kelamin, pekerjaan.
• Pengkajian dapat difokuskan pada adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, deformitas, terbatasnya pergerakan (ROM), gangguan sensasi dan faktor lain yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
• Cara PQRST :
Provokatif / palliatif : apa penyebabnya dan apa yang membuat keluhan bertambah ringan atau bertambah berat.
Quality /Quantity : bagaimana rasanya, kelihatannya dan seberapa besar.
Region /Radiation : dimana dan apakah menyebar.
Severity : apakah mengganggu aktifitas sehari-hari atau seberapa parah pada skala 1- 10.
Timing : kapan mulainya, seberapa sering hal ini dirasakan dan apakah munculnya tiba-tiba atau seketika.
Data obyektif :
• Pengkajian fisik sistematik
• Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot.
• Pengukuran kekuatan otot 0 - 5.
• Duduk, berdiri dan berjalan
• Kelemahan otot, deformitas.

Prosedur diagnostik
• Roentgenography ( X - ray )
• CT Scan
• Bone Scaning
• MRI (magnetic Resonance Imaging)
• EMG (Elektro MyoGraphy)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN FRAKTUR

No Diagnosa Keperawatan/Data penunjang Tujuan/ kriteria Rencana tindakan
1. Gangguan perfusi perifer sehu-bungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan/tulang

Data penunjang :
• Daerah perifer pucat / sianosis.
• Pengisian kapiler darah yang trauma 5 detik.
• Daerah perifer dengin. Tujuan : Perfusi perifer dapat dipertahankan.

Kriteria :
• HR. 60 - 100 x per menit.
• Kulit hangat sensori normal.
• Sistolik 100 - 140 mmHg.
• RR. 16 - 24 x per menit.
• Urine out put 30 - 50 cc per jam.
• Pengisian kapiler 3 - 5 detik.
• Observasi ada/tidak kualitas nadi perifer dan bandingkan dengan pulses normal.
• Kaji adanya gangguan pe-rubahan motorik/sensorik.
• Pertahankan posisi daerah yang fraktur lebih tinggi kecuali bila ada kontra indikasi untuk meningkatkan aliran vena dan menghilangkan udema.
• Observasi adanya tanda iskemia daerah tungkai seperti, pe-nurunan suhu, dingin dan pe-ningkatan rasa sakit.
• Dorong klien untuk melakukan mobilisasi secepatnya sesuai indikasi untuk meningkatkan sirkulasi, mengurangi terjadi-nya trombus terutama pada ektremitas bagian bawah.
• Observasi tanda vital, catat dan laporkan bila ada gejala sia-nosis, dingin pada kulit dan gejala perubahan status mental.
• Kerja sama dengan Tim kesehatan :
Pemeriksaan laboratorium ; Hb, Ht
Pemberian cairan parentral, tranfusi darah bila perlu.
Pemberian obat.
Persiapan operasi bila perlu.
2. Nyeri sehubungan dengan gese-ran/pergerakan fragmen tulang.

Data penunjang :
• Nyeri saat digerakkan.
• Bengkak pada lokasi fraktur.
• Spasme otot. Tujuan : Nyeri berkurang, dan dapat diatasi.

Kriteria :
• Klien tidak mengeluh nyeri.
• Pembengkakan hilang atau berkurang.
• Otot relaksasi.
• Mengkaji keadaan nyeri yang meliputi : lokasi, intensitas, lamanya, skala nyeri 1 - 10.
• Batasi pergerakan pada daerah fraktur, klien harus bed rest.
• Tinggikan dan sokong ekstremitas yang mengalami fraktur.
• Observasi perubahan tanda vital.
• Berikan alternatif perubahan posisi secara periodik.
• Ajarkan pasien tehnik relaksasi nafas dalam dan tehnik distraksi untuk mengurangi rasa sakit pada skala nyeri 5.
• Berikan penjelasan terhadap klien setiap prosedur yang akan dilakukan.
• Kerja sama dengan Tim Medis : Pemberian obat analgetika.
3. Keterbatasan aktifitas peme-nuhan kebutuhan sehari-hari se-hubungan dengan immobilisasi, kerusakan neuromuskuler, nye- ri.

Data penunjang :
• Klien terpasang gips / traksi.
Tujuan : Aktifitas sehari-hari tetap terpenuhi.

Kriteria :
• Klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari, se-suai dengan pembatasan gerak oleh gips seperti makan, minum, b.a.b, b.a.k dan mandi.
• Jelaskan aktifitas-aktifitas apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh klien dan apa yang perlu dibantu oleh perawat.
• Bantu untuk pemenuhan ke-butuhan sehari-hari yang tidak dapat dilakukan klien.
• Ajarkan dan anjurkan untuk la-tihan aktif pada kaki yang cedera dan yang normal, je-laskan bahwa latihan dapat mencegah terjadinya kom-plikasi, meningkatkan ke-sembuhan.
• Ajarkan tehnik relaksasi.
4. Potensial infeksi sehubungan de-ngan adanya luka fraktur terbu-ka.

Data penunjang :
• Adanya luka pada daerah fraktur.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria :
• Penyembuhan luka sem-purna.
• Tidak ada tanda infeksi.
• Bagian yang fraktur/luka dapat berfungsi seperti semula.
• Observasi adanya tanda-tanda infeksi pada lokasi luka (kemerahan, bengkak dan rasa sakit)
• Observasi adanya peningkatan HR, anemia, delirium dan penurunan kesadaran berlanjut.
• Observasi penampilan kulit ; pucat, kemerahan, adanya vesikel yang berisi cairan berwarna merah dan adanya gejala-gejala awal gas gangren.
• Monitor output urine.
• Observasi keadaan luka, ganti balutan secara teratur dengan tehnik septik aseptik dan buang bekas ganti balutan dalam plastik yang diikat.
• Kerja sama dengan Tim kesehatan :
Pemberian cairan parentral.
Observasi tindakan invasif
Pemberian antibiotika.
5. Kurangnya pengetahuan tentang pembatasan aktifitas dan pera-watan luka sehubungan dengan kurangnya informasi.

Data penunjang :
• Klien menyatakan belum memahami tentang aktifitas yang boleh/tidak boleh dilakukan.
• Klien kurang kooperatif dalam program mobilisasi.

Tujuan :
Pengetahuan klien
tentang mobilisasi dan
perawatan di Rumah
meningkat.

Kriteria :
• Klien menyatakan telah memahami tentang mo-bilisasi dan cara pera-watan dirumah.
• Klien dapat mengulangi kembali secara seder-hana tentang hal-hal yang telah dijelaskan.
• Klien dapat mendemon-strasikan kembali latihan mobilisasi yang telah diajarkan.
• Klien kooperatif dalam program mobilisasi. • Berikan penjelasan tentang latihan yang harus dilakukan.
• Demonstrasikan cara latihan mobilisasi aktif.
• Anjurkan klien untuk me-lakukan mobilisasi aktif dengan menggerakkan persendian pada bagian bawah dari daerah yang fraktur.
• Diskusikan dengan klien ten-tang gejala & tanda abnormal yang timbul selama perawatan dan dianjurkan klien melapor kepada perawat, gejala yang diobservasi : rasa sakit, perasaan dingin, adanya bau tidak enak dari daerah luka dan perubahan sensasi.
• Diskusikan tentang pentingnya klien kontrol secara teratur ke Poliklinik sesuai perjanjian.
• Jelaskan rehabilitasi yang boleh dilakaukan di rumah sesuai kemampuan klien.


DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.

Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

107 ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA


A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).


Trauma kepala



Kulit Tulang kepala Jaringan otak


Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis

TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis

B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.

C. Patofisiologi


Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder


Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik


Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia


Respon biologik


Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

Trauma Kepala

Gangguan auto regulasi

TIK meningkat Aliran darah otak menurun

Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat

Metabolik anaerobik

Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.




Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat

Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus


Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma


Tubuh perlu energi untuk perbaikan


Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung


Katekolamin meningkat.

Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
x-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.