57 Asuhan Keperawatan Luka Bakar / Combustio


A. Pengertian
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan dan panas, listrik dan listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.

B. Etiologi
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga amat mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar. Dan pada pasien dengan luka bakar yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkomposisi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bekas dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal : suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas, api, air panas, minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi, kebakaran, ruangan yang tertutup. Faktor-faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar.
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka-luka lain yang menyerupai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti : diabetes, jantung, ginjal dan lain-lain
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
Keparahan cidera luka di klasifikasikan berdasarkan pada resiko mortalitas dan resiko kecacatran fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan cidera termasuk sebagai berikut :
1. Kedalaman luka bakar
Kerusakan kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman cidera dan digolongkan dengan istilah ketebalan partial dan ketebalan penuh, yang berhubungan dengan berbagai lapisan kulit.
Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama. SETiap area luka bakar mempunyai tiga zona cidera. Area terdalam merupakan area yang paling banyak mengalami kerusakan dan zona terluar mengalami paling sedikit kerusakan.
Area yang paling dalam disebut zona koagulasi, dimana terjadi kematian selular. Area pertengahan di sebut zona statis, tempat terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi, dan cidera jaringan. Area yang terluar disebut zona hiperemia. Zona ini biasanya berhubungan dengan luka bakar derajat I, yang seharusnya sembuh dalam seminggu.
Luka bakar ketebalan partial (partial thickness burn). Luka bakar ketebalan partial dibedakan menjadi luka bakar superfisial (superfisial thickness burn) dan luka bakar ketebalan partial dalam (partial thickness burn). Luka bakar ketebalan partial superfisial (superfisial partial thickness burn) (yaitu luka bakar derajat I) merusak epidermis. Luka bakar akibat terjemur matahari merupakan contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian gatal akibat stimulasi reseptor sensoris. Biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut.
Cedera ketebalan partial dalam (deep dermal partial thickness burn) (yaitu luka bakar derajat II) mengenai lapisan epidermis dan dermis, termasuk kelenjar keringat dan sebasea, saraf sensoris dan motorik, kapiler, folikel rambut. Luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna merah-pink, dan akan membentuk lepuh serta edema subkutan. Tergantung pada kedalamannya, luka ini akan sembuh dalam 3 sampai 35 hari. Jika luka ini mengalami infeksi, atau suplai darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah menjadi luka bakar ketebalan penuh.
Luka bakar ketebalan penuh (fullthickness burn). Biasanya disebut juga luka bakar derajat III yang mengenai lapisan lemak. Lapisan ini mengandung kelenjar keringat dan akar folikel rambut. Semua lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka akan tampak berwarna putih, merah, coklat, atau hitam. Luka tidak akan menimbulkan rasa sakit karena semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total.

2. Keparahan
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar masif derajat III. Cedera luka bakar dikategorikan ke dalam luka bakar minor, sedang, dan mayor.
Cedera luka bakar minor. Cedera luka bakar minor adalah cedera ketebalan partial yang kurang dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT. Pasien dengan luka bakar minor.
Cedera luka bakar mayor. Pasien dengan luka bakar mayor biasanya dibawa ke fasilitas perawatan luka bakar khusus setelah mendapatkan perawatan kedaruratan di tempat kejadian.

3. Lokasi luka bakar
Luka bakar pada kepala, leher dan dada seringkali mempunyai kaitan dengan komplikasi pulmonal. Luka bakar yang mengenai wajah sering menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar pada telinga membuat mudah terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan persendiaan sering membutuhkan terapi fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kehilangan waktu untuk bekerja dan atau kecacatan fisik menetap serta kehilangan pekerjaan. Luka bakar pada area perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi oleh urine dan feses. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat menyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah dan mengarah pada gangguan vaskular distal. Luka bakar sirkumferensial toraks dapat mengarah pada inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi pulmonal.

4. Agen penyebab luka bakar
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen yang menyebabkan terjadinya luka bakar, termasuk : termal, listrik, kimia, radiasi.
luka bakar
5. Ukuran luka bakar
Ukuran luka bakar (presentase cedera pada kulit) ditentukan dengan salah satu dari dua metoda : a) rule of nine dan b) diagram bagan Lund dan Browder yang spesifik dengan usia. Ukuran luka ditunjukkan dengan presentasi LPTT (luas permukaan tubuh total). Ketepatan penghitungan bervariasi bergantung pada metoda yang digunakan untuk memperkirakan luasnya luka bakar yang terjadi.
6. Usia korban luka bakar
Usia pasien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka bakar terjadi pada anak-anak yagn berusia dari 4 tahun, terutama mereka dalam kelompok usia 0-1 tahun dan pasien berusia di atas 65 tahun.

C. Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mendapatkan resusitasi cairan yang akan kembali normal pada 24 jam pertama post luka bakar, pemberian volume plasma selama 24 jam kedua, curah jantung akan meningkat pada tingkat hipermetabolik dan secara bertahap akan kembali pada tingkat yang lebih normal bersamaan dengan menutupnya luka.
Respons renalis. Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (Laju Filtrasi Glomerular) akan menurun yang mengakibatkan haluaran urine. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskular tidak adekuat atau jika resusitasi cairan terlambat di berikan, maka akan memungkinkan terjadinya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitiel dapat ditarik kembali ke intravaskular dan terjadi fase diuresis.
Respon gastrointestinal. Respon umum yang biasanya terjadi pada pasien luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik, serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan potensial aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktivitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24-48 jam setelah luka bakar.
Respon imunologi. Respon imunologik dibedakan dalam 2 kategori yaitu : respon barier mekanik dan respon imun selular. Sebagai barier mekanik, kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Burn Shock atau syok luka bakar, merupakan komplikasi yang seringkali dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang terjadi segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess, 1991) adalah berupa : respons kardiovaskular. Perpindahan cairan intravaskular ke ekstra vaskuler melalui kebocoran kapilernya menggambarkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor, edema menyeluruh.

D. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh, panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi, atau luka bakar kimiawi.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas kulit dari kematian sel-sel.

E. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali dialami oleh pasien luka bakar yang luas antara lain : curling ulcer, sepsis, pneumoni, gagal ginjal, defermitas, kontraktur, hipertrofi jaringan yang parut, dan dekubitus.
1. Hipertrofi jaringan parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien pada luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih jaringan parut mengalami pembentukan secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal, pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan berwarna berubah menjadi merah, merah tua sampai coklat dan teraba keras atau tegang, setelah 12-18 bulan, jaringan parut akan mengalami tahap maturasi dan warna menjadi coklat muda dan teraba lebih lembut atau lemas.
Pembentukan hipertrofi jaringan parut ini tidak dapat dicegah tetapi dengan tindakan konservatif dapat diantisipasi sejak minggu-minggu awal fase penyembuhan luka (fase pembentukan kolagen). Sering kali tindakan pembedahan juga diperlukan untuk mengatasi jaringan parut terutama jika mempengaruhi fungsi gerak atau sendi, mengakibatkan mobilitas dan mengganggu kenyamanan serta citra tubuh pasien, pembedahan yang dilakukan bisa tergantung berulang kali (perlu lebih dari sekali tindakan pembedahan).
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini (awal cedera luka bakar). Ambulasi yang diakibatkan 2-3 kali/hari sesegera mungkin (perhatikan jika ada fraktur) pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif (misal : IV lines, NGT, monitor EKG, dan lain-lain) perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasi pasif).
Presure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar, di mana penggunaan presure garment ini dapat menghambat mobilitas dan mendukung terjadinya kontraktur.

F. Penatalaksanaan Luka
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka yaitu, penyembuhan luka, infeksi dan penanganan luka.
1. Penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka terbagi dalam tiga fase :
a. Fase inflamasi
Adalah fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotinin, mulai timbul epitelesasi.
b. Fase fibroblastik
Fase yang dimulai pada hari ke-4 – 20 pasca luka bakar. Pada fase ini timbul sebutan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai jaringan gravulasi yang berwarna kemerahan.

c. Fase maturasi
Terjadi proses pematangan, kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, baik yang bersifat menghambat maupun yang mendukung penyembuhan luka. Oleh karena itu amatlah penting mengetahui riwayat kesehatan pasien, penyakit terdahulu dan kebiasaan hidup pasien (seperti merokok, minum alkohol dan lain-lain).
2. Infeksi
Masalah utama yang sering kali dialami pasien luka bakar yaitu terjadinya infeksi yang kemudian berakhir dengan sepsis, oleh karena itu amatlah penting bagi seorang perawat untuk mampu mengidentifikasi adanya infeksi secara klinis dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan dengan reaksi jaringan.
3. Penanganan luka
Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam menangani pasien luka bakar, baik untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom kompartemen karena adanya luka bakar circumferencial. Ada berbagai macam hal yang dapat dilakukan dalam menangani luka bakar sesuai dengan keadaan luka yang dialami pasien.
a. Pendinginan luka
Mengingat sifat kulit adalah sebagai penyimpan panas yang terbaik (heat restore) maka pada pasien yang mengalami luka bakar tubuh masih tetap menyimpan energi panas beberapa menit setelah terjadinya trauma panas. Oleh karena itu tindakan pendingin luka perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona luka bakar lebih dalaml, tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan kerusakan fisik sel. Mencegah dehidrasi dan membersihkan luka sekaligus mengurangi nyeri.
b. Debridemen
Tindakan debridemen bertujuan untuk membersihkan luka dari jaringan nekrosis atau bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan ini bisa dilakukan pada saat tindakan pembedahan, tindakan debridement ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Tindakan pembedahan
Luka bakar mengakibatkan terjadinya jaringan parut, jaringan parut merupakan jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein yang terkoagulasi yang dapat bersifat progresif (Sidik, 1982) pada luka bakar circumferenial jaringan luka besar yang terbentuk akan mengeras dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan tindakan eskarotomi.
Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi jaringan yang tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskular (Ignativicius, D, 1991 : 385). Tindakan yang dilakukan hanya berupa insisi dan bukan membuang eschar. Apabila tindakan ini tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh darah dan terjadi hipoksia serta iskemia jaringan.
d. Terapi isolasi dan manipulasi lingkungan
Luka bakar mengakibatkan imunosupresi (penekanan sistem imun) tubuh selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar memerlukan ruangan khusus dengan suhu, ruangan yang dapat diatur, udara bersih, serta terpisah dari pasien lain yang bisa menimbulkan infeksi silang.

G. Resusitasi Cairan
1. Pemilihan cairan
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit yang memiliki kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma muncul sebagai cairan resusitasi yang efektif untik mengatasi sindrom syok. Larutan garam hipertonik yang mengandung 250 mg natrium klorida/liter. Manfaat utama larutan hipertonik adalah volume yang diperlukan akan lebih kecil dalam 24 jam pertama pasca luka bakar.
2. Resusitasi dalam 24 jam pertama
Kebutuhan cairan selama 24 jam pertama pasca luka bakar berkaitan langsung dengan ukuran tubuh pasien dan luas cidera. Perhitungan resusitasi hanyalah berfungsi sebagai suatu alat perencana dalam memiliki resusitasi. Perkiraan kebutuhan cairan resusitasi pada pasien luka bakar, menurut metode New York Hospital
Dewasa Anak-anak
24 jam pertama pasca luka bakar Larutan RL
4 mL/kg/% luka bakar Larutan LL
4 mL/kg/% ditambah
10 kg pertama – 100 ml/kg
10 kg kedua – 50 ml/kg
10 kg ketiga – 20 ml/kg
24 jam kedua pasca luka bakar Ds/W ditambah larutan yang mengandung koloid ± 0,5 ml/kg/% luka bakar Ds / saline 0,45% ditambah larutan yang mengandung koloid + 0,5 ml/kg/% luka bakar

3. Resusitasi pada 24 jam ke-2
Komponen cairan utama untuk resusitasi pada hari kedua adalah air yang cukup untuk menghasilkan keluaran urin yang adekuat.
4. Pemantauan resusitasi
Keluaran urin merupakan pemantauan keadekuatan resusitasi yang paling mudah dan efektif. Volume urin yang diharapkan adalah antara 40-60 ml/jam (orang dewasa), 1 ml/kg BB/jam.

H. Pengkajian
1. Adanya nyeri
2. Tipe luka
3. Berat luka
4. Permukaan tubuh yang terkena
I. Fokus Diagnosa Keperawatan
1. Defisiti volume cairan berhubungand engan peningkatan kebocoran kapiler dan perpindahan banyak cairan dari intravaskular ke ruang interstitial fase resusitasi.
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ vital.
Kriteria hasil :
a. TTV pasien dalam batas normal.
b. Tidak terjadi sianosis
c. Pasien tenang, tidak gelisah
d. Produksi urin > 30 ml/menit
e. Hematokrit darah normal : 37-43 %
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital tiap 2 jam termasuk tekanan vena sentral (jika terpasang CVP), haluaran urine.
b. Dapatkan BB pasien saat masuk, timbang BB tiap hari.
c. Pantau dan catat masukan cairan.
d. Berikan penggantian cairan IV dan elektrolit dengan kolaborasi dokter.
e. Pantau hasil pemeriksaan elektrolit serum dan hematokrit.
Evaluasi :
Dengan resusitasi cairan yang adekuat, keseimbangan cairan diperkirakan tercapai dalam 24 – 26 jam.
2. Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema trakea pelepasan (rontok) epidermal jalan nafas, dan depresi siliaris pulmonal akibat cidera inhalasi.
Tujuan : Mempertahankan potensi jalan nafas dan bersihan nafas adekuat.
Kriteria hasil :
a. Frekuensi nafas pasien dalam batas normal.
b. Jalan nafas pasien tetap paten dengan adanya cidera.
Intervensi :
a. Pertahankan potensi jalan nafas melalui pengaturan posisi pasien yang tepat, pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan.
b. Berikan O2 yang huminifier.
c. Berikan dorongan kepada pasien untuk batuk efektif, nafas dalam dan lakukan penghisapan lendir jika diperlukan.
d. Berikan AGD, saturasi O2.
e. Lakukan nebulisasi.
f. Siapkan pasien untuk tindakan trakeostomi (kolaborasi dengan dokter)
3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial yang menyebabkan konstriksi.
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat.
Kriteria hasil :
a. Perfusi jaringan adekuat.
b. Tidak terjadi sianosis pada daerah distal.
c. Sirkulasi perifer adekuat setelah tindakan eskarotomi.
Intervensi :
a. Lepaskan semua perhiasan dan pakaian pasien yang ketat.
b. Kaji kedalaman luka bakar dan adanya luka bakar sirkumferensial serta lokasi luka bakar.
c. Kaji pengisian kapiler dari kulit yang tidak mengalami luka bakar pada ekstremitas yang terkena luka bakar.
d. Kaji tingkat nyeri saat melakukan ROM aktif.
e. Tinggikan lengan yang terkena di atas posisi jantung.
f. Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif.
g. Antisipasi dan siapkan pasien untuk eskarotomi, perawatan pasien eskarotomi : kaji kecukupan sirkulasi, periksa nadi, perhatikan warna kulit, gerakan dan sensasi ekstremitas yang terkena.
4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar, pemajanan ujung saraf, pengobatan dan anestesi.
Tujuan : Pasien akan lebih nyaman dengan mengungkapkan nyeri atau rasa tidak nyaman terkontrol atau reda.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat mengontrol nyeri yang dialami.
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh tampak rileks.
c. Frekuensi nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji respon pasien terhadap nyeri saat perawatan luka, terapi fisik dan saat istirahat, gunakan skala nyeri untuk mengkaji tingkat nyeri pasien.
b. Berikan obat sebelum melakukan prosedur rawat luka yang menyakitkan : 45 menit untuk obat oral : 5-10 menit untuk obat IV.
c. Jelaskan semua prosedur pada pasien, ajak pasien berkomunikasi saat memberikan perawatan luka dan melakukan prosedur tertentu.
d. Anjurkan teknik relaksasi.
e. Kaji terhadap kebutuhan akan obat pereda nyeri.
f. Catat respon pasien, untuk mendapatkan terapi obat dan pengobatan.
g. Gunakan teknik pengalihan perhatikan untuk mengalihkan nyeri.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema nyeri dan kontraktus sendi.
Tujuan : Pasien akan mengalami mobilitas fisik dengan dapat melakukan kembali aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu melakukan ROM aktif pada bagian yang mengalami luka bakar.
b. Mobilitas pasien optimal.
c. Tidak terdapat tanda-tanda kontraktur sendi.
Intervensi :
a. Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar yang mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kontraktur setiap hari.
b. Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi fisiologik di dalam batas yang dipertegas oleh cidera, penanduran kulit, alat terapeutik
c. Jelaskan rasional untuk perubahan posisi dan aktivitas pada pasien, anggota keluarga.
d. Konsul pada ahli terapi okupasi dan fisioterapi untuk mendapatkan jadwal rehabilitatif individual, sesuaikan jadwal dengan kebutuhan.
e. Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif selama 2-4 jam ketika pasien bangun, kecuali bila ada kontraindikasi karena prosedur penanduran kulit yang baru dilakukan.
f. Gunakan pressure dressing seperti verban elastik dan jobst pressure garment untuk mencegah kontraktur dan mengatasi hipertrofi jaringan parut yang dapat menghambat mobilitas
terimakasih atas kunjungannya

Tidak ada komentar: