68 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HAEMORRHOID

KONSEP DASAR
HAEMORRHOID

A. Pengertian
HAEMORRHOID adalah varikositis akibat dilatasi vena pleksus haemorroidalis (Underwood, 1999). Haemorrhoid adalah masa faskuler yang menonjol kedalam lumen rectum bagian bawah atau area perianal (Sandra M. Nettina, 2002).

B. Etiologi HAEMORRHOID
Faktor penyebab Haemorrhoid menurut Sandara M. Nettina (2002) adalah:
1. Peningkatan tekanan intra abdomen misal: kegemukan, kehamilan, konstipasi.
2. Komplikasi di penyakit sirosis hepatis.
3. Terlalu banyak duduk
4. Tumor abdomen atau pelvic
5. Mengejan saat BAB
6. Hipertensi Porta
7. Kehilangan tonus otot karena usia tua.

C. Klasifikasi HAEMORRHOID
Haemorrhoid dibagi menjadi:
1. Haemorrhoid Interna
Menurut Sandra M. Nettina, (2002) Pembesaran vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan media yang timbul diatas linea dentata dan lapisan mukosa.
Haemorrhoid interna dibagi lagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajad I
Haemorrhoid menyebabkan adanya darah merah segar tanpa nyeri waktu defekasi. Pada stadium awal tidak terjadi prolaps dan pada pemeriksaan anuskopi terlihat haemorrhoid yang membesar menonjol kedalam lumen.
b. Derajad II
Haemorrhoid ini melalui analis kanalis pada saat mengejan ringan tapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajad III
Haemorrhoid ini menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali setelah defekasi.
d. Derajad IV
Hemorrhoid menonjol keluar dari tidak dapat didorong masuk.
2. Haemorrhoid Eksterna
Pembesaran vena rektalis inferior yang terletak dibawah linea dentata dan ditutupi epitel gepeng anoderm serta kulit perianal, ciri-ciri:
a. Nyeri sekali akibat perdarahan
b. Edema akibat trombosis
c. Nyeri yang semakin bertambah

D. Tanda dan Gejala HAEMORRHOID
1. Pada hemorrhoid interna
a. Perdarahan
b. Rasa penuh
c. Adanya secret
d. Gatal
e. Tidak menyebabkan nyeri (kecuali terjadi prolaps)
2. Pada hemorrhoid eksterna
a. Dapat memperlihatkan tonjolan kulit
b. Terjadi trombosis dengan nyeri hebat

E. Patofisiologi HAEMORRHOID
Nutrisi rendah serat konstipasi, pregnansi dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan tekanan haemorrhoidial, mengakibatkan distensi vena haemporrhoidal. Ketika rectal ampulla membentuk tonjolan, abstruksi vena terjadi. Sebagai akibat dari terulangnya dan terjadi dalam waktu lama peningkatan tekanan dan obtruksi, dilatasi permanen vena haemorrhoidal terjadi. Akibat dari distensi itu, trombosis dan perdarahan terjadi. (Black & Jacobs, 1993).
Komplikasi utama adalah perdarahan trombosis dan stragulasi haemorrhoid. Perdarahan hebat dari trauma pada vena selama defekasi dapat menyebabkan volume darah menurun dan dapat menimbulkan resiko kekurangan cairan dan dari perdarahan terjadi resiko injuri yang mengakibatkan resiko infeksi. Trombosis dapat terjadi sewaktu-waktu dimanifestasikan oleh intensitas nyeri, dapat menimbulkan takut untuk BAB yang menyebabkan feses mengeras dan terjadi resiko konstipasi. Strangulasi haemorrhoid, prolap haemorrhoid dalam penyedian darah merupakan bagian dari spingter anal yang dapat menjadi trombosis ketika darah dalam haemorrhoid membeku (Black & Jacobs, 1993).

F. Pathway
HAEMORRHOID



























G. Pemeriksaan Penunjang HAEMORRHOID
Pada penderita haemorrhoid, sebelum dilakukan pengobatan dilakukan pemeriksaan penunjang (John Pieter, Cit. Syamsuhidayat and De Jong, 1997) antara lain:
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan ini, haemorrhoid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
2. Pemeriksaan anuskopi
Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat haemorrhoid interna yang tidak menonjol.
3. Progtosigmoidoskopi
Untuk memeriksakan bahwa belum bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan ditingkat yang lebih tinggi karena haemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja atau tanda yang menyertainya.

H. Penatalaksanaan HAEMORRHOID
Jenis tindakan yang dilakukan untuk menangani haemorrhoid tergantung dari derajat prolaps, apakah ada trombosis dan kondisi penderita.
1. Penatalaksanaan Dietary
Kebanyakan pasien haemorrhoid (derajad I dan II) dapat diobati dengan tindakan lokal dan anjuran diit. Hilangkan faktor penyebab, misal obstipasi dengan diit rendah sisa, makan makanan tinggi serat yang membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga memudahkan defekasi dan mengurangi keharusan mengejan yang berlebihan (John Pieter, Cit. Syamsuhidayat and De Jong, 1997).
Sedangkan menurut Black and Jacobs, 1993, diit dilakukan untuk mengobati konstipasi termasuk meningkatkan cairan dan diit serat.
2. Pharmacholigic
Terapi medis yang digunakan untuk haemorrhoid yang kecil dengan gejala yang ringan, pengobatan meliputi:
a. Coloce atau hydrophilic psylium untuk menghilangkan konstipasi.
b. Topical anestesi/preparat steroid (lidocain)/steroid cream untuk menguranginyeri



3. Pembedahan
a. Sclerohterapy
Teknik ini dilakukan dengan menyuntikkan agen sclerosing ke dalam jaringan disekitar haemorrhoid yang menyebabkan pengecilan pembuluh vena, namun tindakan ini hanya dilakukan pada haemorrhoid grade yang kecil (Knauer and Silverman, Cit. Ignativicius and Bayne, 1991). Menurut Hendersen (1992) Larutan yang digunakan untuk teknik ini adalah larutan kimia merang yaitu larutan venol 5% dalam minyak nabati. Tujuan tindakan ini untuk menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. (John Pieter, Cit. Syamsuhidayat dan De Jong, 1997).
b. Ligasi dengan gelang karet
Dengan bantuan anuskopi, mukosa di atas Haemorrhoid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke dalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus Haemorrhoid. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari, mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Pada satu kali terapi hanya diikat oleh satu kompleks haemorrhoid, ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak 2 sampai 4 minggu. (John Pieter, cit. Syamsuhidayat dan De Jong, 1997)
c. Bedah Beku
Haemorrhoid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah sekali. Bedah baku ini tidak dipakai secara luas oleh mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya (John Pieter, cit. Symasuhidayat & De Jong, 1997).
d. Hemoroidektomi
Terapi bedah ini dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahan dan pada penderita haemorrhoid derajad III & IV. Juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan yang berulang & anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita haemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemorrhoidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan adalah eksisi yang dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan (John Pieter, Cit Syamsuhidayat & De Jong, 1997).
e. Pemotongan Dengan Laser
Tehnik ini merupakan cara baru. Haemorrhoid dibakar dengan laser, hal ini meminimalkan perdarahan meskipun menyebabkan nyeri.
I. Nersing Care Plan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Haemorrhoid adalah (Nanda, 2002):
1. Nyeri akut ybd. Agen injuri (biologi, kimia, fisik psikologis) (Nanda, 2002).
Kriteria hasil:
a. Hubungan interpersonal lemah
b. Tingkat peranan lemah
c. Permainan yang disetujui/disarankan
d. Aktivitas waktu luang yang disarankan
e. Pekerjaan yang disetujui
f. Kesenangan hidup yang disetujui
g. Indera pengendali yang disetujui
h. Mood (suana hati) lemah
i. Kurang sabar
j. Gangguan tidur
k. Mobilitas fisik lemah
l. Perawatan diri lemah
m. Kurang nafsu makan
n. Susah makan
o. Eliminasi lemah
Intervensi:
a. Panampilan secara menyeluruh tentang lokasi karakteristik nyeri, frekuensi, qualitas intensitas nyeri dan faktor yang mempercepat.
b. Observasi bahasa tubuh, kegelisahan, terutama tidak mampu dalam komunikasi
c. Menentukan dampak dari sakit yang mempengaruhi dalam kehidupan
d. Menentukan frekuensi yang diperlukan bagaimana membuat suatu dugaan pasien menghibur dan recana monitor.
e. Rencanakan tindakan mensupoort pasien
f. Mengendalikan faktor lingkungan yang boleh mempengaruhi tanggapan pasien ke gelisahan.
g. Mempertimbangkan kesediaan pasien dan kemampuan dalam memilih support lain dalam metode kontraindikasi manakala pemilihan suatu strategi pembekakan sakit
h. Kolaborasi dengan pasien sesuai kebutuhan dalam kesehatan profesional dalam memilih non pharmacological gambaran tingkat sakit untuk mengurangi nyeri.
i. Memberikan gambaran orang untuk meminimalkan sakit dengan obat analgesic
j. Monitor pasien dengan manajemen sakit pada interval yang ditetapkan.
2. Resiko Resiko infeksi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
Kriteria hasil:
a. Angka leukosit dalam darh dalam batas normal 5000-10000
b. Bebas dari tanda-tanda infeksi (fumor, kalor, dolor, fungsiolesa)
Intervensi:
a. Monitor elektrolit
b. Manajement lingkungan
c. Promosi latihan
d. Mmeperdulikan pregnancy
e. Control infection
f. Lakukan medikasi
g. Manajemen nutrisi
h. Pengawasan
3. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
Kriteria hasil:
a. Tekanan darah dengan cakupan yang diharapkan
b. Rata-rata tekanan arteri dengan cakupan yang diharapkan
c. Tekanan paru-paru dengan cakupan yang diharapkan
d. Peripheral urat nadi jelas
e. Hypotension orthostatic tidak ada
f. Masukan 24 jam dan keluaran seimbang
g. Adventitious suara napas tidak ada
h. Berat badan stabil
i. Ascites tidak ada
j. Distensi pembuluh darah leher tidak ada
k. Peripheral edema tidak ada
l. Cekung mata tidak ada
m. Konfusi (bingung) tidak ada
n. Haus abnormal tidak ada
o. Hidrasi kulit
p. Membrane selaput lender basah
q. Serum elektrolit dengan batas normal
r. Berat jenis urin dengan batas normal
Intervensi:
a. Tindakan pencegahan perdarahan
b. Penurangan perdarahan
c. Administrasi product perdarahan
4. Intoleransi aktivitas yang berhugungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap nyeri.
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan aktifitas dan istirahat
b. Tidur siang dengan cakupan yang diharapkan
c. Mengenali batas energi
d. Menggunakan teknik konservasi energi
e. Merubah gaya hidup dengan level energi
f. Memelihara kecukupan nutrisi
g. Ketahanan level (tingkat) kecukupan untuk aktivitas
Intervensi:
a. Manajement lingkungan
b. Manajement kenyamanan
c. Latihan pergerakan
d. Latihan pena
e. Latihan aktivitas sendi
f. Manajemen nutrisi
g. Meditasi
h. Terapi oksigen
i. Manajemen nyeri
j. Spiritual support
k. Sentuhan terapeutic
5. Kecemasan yang berhubungan dengan dilakukan tindakan pembedahan.
Kriteria hasil:
a. Monitor insensitas ansietas
b. Eliminasi tanda ansietas
c. Kurangi suasana stimuli saat cemas
d. Temukan informasi untuk menurunkan ansietas
e. Rencana coping stragis untuk situasi stress
f. Gunakan coping strategis yang efektif
g. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi ansietas
h. Laporkan durasi periode yang meningkat
i. Laporkan lama waktu antar periode yang meningkat
j. Memelihara performen peran
k. Memelihara hubungan sosial
l. Memelihara konsentrasi
m. Laporkan tidak adanya distorsi sensor perceptual
n. Laporkan kecukupan tidur
o. Laporkan tidak adanya manifestasi fisik ansietas
p. Perilaku manifestasi absennya ansietas
q. Mengendalikan respon ansietas
Intervensi:
a. Menilai suatu penyeusian pasien ke perubahan didalam gambaran diri
b. Menilai suatu penyesuaian situasi hidup pada hubungan peran
c. Menilai suatu ketidaktahuan proses penyakit
d. Menilai dan mendiskusikan jawaban situasi alternatif
e. Bantu pasien mengidentifitas informasi yang menarik
f. Menyediakan informasi berdasar fakta mengenai hasil diagnosa perawatan dan ramalan
g. Mencari untuk memahami perpektif pasien dari suatu situasi stress
h. Mencari pengambilan keputusan makala pasien adalah dibawah pehemat menekan.
i. Mendorong hubungan dengan para orang yang mempunyai bagian minat yang berhasil
6. PK perdarahan
Kriteria hasil:
a. Status respirasi dengan cakupan yang diharapkan
b. Status gastrointestinal dengan cakupan yang diharapkan
c. Keluaran urin dengan cakupan yang diharapkan
d. Kecepatan jantung dengan cakupan yang diharapkan
e. Tekanan darah dengan cakupan yang diharapkan
f. Warna kulit dengan cakupan yang diharapkan
g. Bebas demam
h. Bebas dingin
i. Bebas rasa gatal
j. Bebas ruam
k. Bebas kegelisahan
l. Bebas kegelisahan yang dilaporkan
m. Bebas nyeri dada
n. Bebas nyeri lumbar
o. Bebas radang di dalam pembuluh darah
p. Bebas hemoglobinuria
q. Bebas kejang otot dan kekejangan
Intervensi:
a. Mencari penyebab perdarahan
b. Monitor tempar perdarahan pasien
c. Monitor dan keluaran darah
d. Cata kadar Hb sesudah perdarahan
e. Monitor TD
f. Menganjurkan pasien tentang tanda-tanda perdarahan dan suatu tindakan lebih lanjut terjadinya perdarahan
g. Arahkan pasien untuk membatasi aktivitas
h. Akibat Keluarnya darah dan tindakan sesuai yang dilakukan
i. Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai penanganan produk darah/pengeluaran perdarahan
j. Monitor cairan masuk dan keluar.
7. Resiko konstipasi yang berhubungan hemoroid (rasa takut nyeri pasca operasi)
Kriteria hasil:
a. Intake makanan peroral
b. Intake cairan peroral
c. Intake cairan
d. Masukan per sonde


Intervensi:
a. Monitor tanda gejala konstipasi
b. Monitor pergerakan bowel, frekuensi, bentuk, volume, warna
c. Monitor tanda dan gejala kerusakan bowel.
d. Arahkan klien makan-makanan tinggi serat
e. Arahkan pasien menggunakan laxantive sesuai instruksi dokter
f. Arahkan pasien untuk mengkonsumsi cairan dan makanan yang cukup

REFERENSI

Black, J. M, Jacobs, E.M. 1993, Luckman And Sorensen’s Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach Edition 4. W.B Saunders Company: Philadelphia.

Ignativicius, D.D., Bayne, M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach 2, W.B. Saunders Company: Philadelphia.

Iowa Outcome Project, Nursing Intervention Classification (NIC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996.

Iowa Outcome Project, Nursing Outcomes Classification (NOC), Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996.

Long B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan: Bandung.

Nealon, T.F., Nealon, W.H., 1996, Ketrampilan Pokok Ilmu Bedah, Alih Bahasa Irene Winata, Brahm, U, Pendit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Sandra M. Nettina, 2002, Pedoman Praktik Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Sheila Sparks Ralph, dkk, NANDA 2002, Nursing Diagnosis Definition Classification, Philadelphia : USA.

Syamsuhidayat, R, De. Jong, W. 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Tidak ada komentar: