71 asuhan keperawatan CVA atau stroke

BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).

B. Etiologi stroke
Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yag paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).
Menurut etiologinya stroke dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah biasanya karena arterosklerosis berat.

2. Stroke embolik
Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri karotis, komunis atau aorta.
3. Stroke hemoragik
Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001).
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit cardiovaskuler (embolisme serebral, mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (berhubungan dengan infark, serebral)
4. Diabetes
5. Kontrasepsi oral peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 : 213).

D. Pathofisiologi
Menurut Barbara C. Long (1996) otak sangat tergantung pada O2 dan tidak mempunyai cadangan O2, metabolisme di otak segera mengalami perubahan perfusi otak, kematian sel atau jaringan dan kerusakan permanen (secara neuromuskuler), iskemi dalam waktu lama berakibat infark otak yang disertai odema otak, sedang iskhemi dalam waktu singkat < 10-15menit menyebabkan defisit sementara.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
4. Penilaian kekuatan otot
5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

F. Penatalaksanaan
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1. Penanganan suportif imun
a. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
c. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2. Meningkatkan darah cerebral
a. Elevasi tekanan darah
b. Intervensi bedah
c. Ekspansi volume intra vaskuler
d. Anti koagulan
e. Pengontrolan tekanan intrakranial
f. Obat anti edema serebri steroid
g. Proteksi cerebral (barbitura)
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :
1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin
3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)


Tindakan keperawatan
1. Bantu agar jalan nafas tetap terbuka (membersihkan mulut dari ludah dan lendir agar jalan nafas tetap lancar).
2. Pantau balance cairan.
3. Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
4. Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.


G. Pathway dan Masalah Keperawatan
Trombosis Emboli serebral Perdarahan

Suplai darah tidak dapat disampaikan ke otak

Penyumbatan pembuluh darah (infark iskhemi) (non hemoragik0

Iskhemia

Infark jaringan otak

Odema paru



Nekrosis jaringan

Nervus II, III, dan IV

Defisit / trauma neurologis

Perubahan persepsi sensori


H. Intervensi
1. Dx. I
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
Intervensi Rasionalisasi
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan penurunan perfusi serebral dan terjadinya peningkatan TIK Kegagalan memperbaiki setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus dipindahkan ke ICU untuk melakukan pemantauan peningkatan TIK
- Pantau status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standart Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK serta mengetahui lokasi, luas dan kerusakan SSP (sistem saraf pusat) dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi trombosis CVS baru.
- Pantau tanda-tanda vital seperti catat: adanya hipertensi atau hipotensi bandingkan tekanan darah yang terbaca pada ke-2 lengan Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada daerah vasomotor otak, hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus
- Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya mur-mur Perubahan terutama adanya gradikardia dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak
- Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau kedalaman persepsi Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian
- Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral) Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral
- Berikan oksigen sesuai indikasi Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema

2. Dx. II.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,, paralisis hipotonik, kerusakan kognitif.
Intervensi Rasionalisasi
- Ubah posisi minimal 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkikan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu Menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskhemia jaringan, daerah yang terkena mengalami perburukan atau sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan dekubitus
- Mulailah melakukan ROM pada semua ekstremitas saat masuk, anjurkan melakukan latihan seperti meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki atau telapak Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur menurunkan resiko terjadinya hiper kalsiuria dan osteoporosis
- Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tanagn serta tinggikan tanan dan kepala Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku serta meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema
- Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi dan pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan atau bantalan Mempertahankan posisi fungsional dan mencegah rotasi eksternal pada pinggul
- Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respons proprioseptik dan motorik
- Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat
- Berikan obat relaksasi otot, anti spasmodik sesuai indikasi, seperti: baklofen, dan trolen Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu

3. Dx. III
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus atau kontrol otot, kerusakan sirkulasi serebral, disartria.
Intervensi Rasionalisasi
- Kaji tipe atau derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau kesulitan berbicara Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
- Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata atau kalimat yang sederhana Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik)
- Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motoik seperti pasien mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya
- Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat berkomunikai secara berarti
- Anjurkan pengunjung atau orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi kepada pasien, seperti membaca surat, diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga Mengurangi isolasi sosial paseien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif
- Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien, seperti : pekerjaan, keluarga dan hobi Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk ketrampilan
- Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit : hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien Kemampuan untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.

4. Dx. IV
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis, transmisi
Intervensi Rasionalisasi
- Lihat kembali proses patologis kondisi individual Kesadaran akan tipe atau daerah yang terkena membantu dalma mengkaji atau mengantisipasi defisit spesifik dan perawatan
- Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang pengihatan yang normal Pemberian pengenalan terhadap adanya orang atau benda membantu masalah persepsi, mencegah pasien dari terkejut.
- Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan Menurunkan atau membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan
- Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan
- Berikan stimulasi terhadap sentuhan Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi
- Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan Meningkatkan keamanan pasien yang menurunkan resiko terjadinya trauma
- Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman, tindakan ini dapat membantu pasien untuk berkomunikasi.

5. Dx. V
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan, kehilangan koordinasi otot.
Intervensi Rasionalisasi
- Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
- Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri tapi beri bantuan sesuai kebutuhan Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
- Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya Pasien memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberian asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten
- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya Mungkin mengalami gangguan jika tidak dapat mengatakan kebutuhannya.
- Sadari perilaku atau aktivitas impulsif karena gangguan dalam mengambil keputusan Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien
- Beri obat supositoria dan pelunak feses Dibutuhkan pada awal untuk membantu merangsang fungsi defekasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi atau okupasi Memberi bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi.



DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol 2, Jakarta: EGC

Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta: EGC

Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Volume II. Jakarta: EGC

Iskandar, Junaidi. 2002. Panduan Praktis Stroke. PT. Buana Ilmu Populer. Jakarta.

Mansjoer Arif et. al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI

Nanda. 2002. Diagnosis Keperawatan Nanda. Terjemahan Mahasiswa PSIK-B FK UGM. Yogyakarta: UGM

Nettina Sandra. M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC

Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Second edition. Mosby

Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Intervention Clasification (NIC). Second edition. Mosby

Soeharso Imam, 2001. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Edisi Kedua Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk Keperawatan”, Jakarta, EGC

Tjokropawiro, Askandar. 2001. Diabetes Melitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar: